Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Wanita Kita Juga Asyik Menendang

Sepak bola wanita telah banyak bermunculan di beberapa kota besar & dapat mendatangkan bisnis, tapi masih ada kota yang melarangnya. PSSI berniat membentuk Galanita. (or)

28 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TURNAMEN Hari Kartini telah berlangsung. Sesuai dengan peristiwanya, para pesertanya pun wanita semua. Mereka menendang bola seperti biasanya kesebelasan pria. Ada 14 dari 30 klub sepakbola wanita di Yogyakarta mengikuti turnamen itu dalam pekan kedua April ini. Ajaran R.A. Kartini untuk emansipasi belum tentu menganjurkan wanita supaya ikut main sepakbola. Namun kenyataan ini bukan di Yogyakarta saja, melainkan juga ada di kota-kota lain. Bahkan sudah ada pula gagasan mendirikan Galanita, semacam Galatama yang khus untuk wanita. Setidaknya kini ada 8 kesebelasan puteri yang menonjol. Yaitu Buana Putri (Jakarta), Putri Priangan (Bandung), Putri Mataram (Yogya), Puni Saburai (Lampung), Putri Srikandi (Semarang), Putri Setia dan Putri Sakti (Surabaya), dan Putri Pardedetex (Medan). Banyak kesebelasan wanita Indonesia lainnya telah timbul silih berganti dalam tahun 1970-an ini. Tidak banyak yang bisa bertahan. Adalah Putri Priangan yang tertua -- lahir 1969 dari semua yang masih menendang bola. J. Hutapea, pria yang pernah mendirikan klub sepakbola wanita di Medan mengetahui betul betapa sulitnya. "Soalnya karena ada yang sudah berumahtangga, pindah ke lain kota," katan "Materi pemain sulit dikumpulkan." Dengan Bisnis Di Medan, beberapa klub cewek tadinya muncul berkaitan dengan promosi siaran radio niaga masing-masing. Ketika siaran niaganya lenyap, hilang pula klubnya. Maka tinggallah Putri Pardedetex All Stars saja di Medan. Ini pun tidak begitu giat sekarang. "Karena tak ada lawan bertanding," kata Johny Pardede, 24 tahun. Ayah si Johny ini adalah boss Pardedetex yang anggota Galatama. Di Surabaya, Putri Sakti mencari lawan sampai ke luar kota seperti Banyuwangi dan Blitar. Ia mengadakan latihan teratur. "Cuma sulitnya, anggota kami jika sudah pacaran, apalagi kawin, tak mau lagi ikut latihan," keluh pelatih Mitra Surya, 35 tahun. Tapi Erna, kapten Putri Sakti, sudah beranak dua, masih main. "Saya bermain sepakbola bukan lantaran ingin ditonton kaum lelaki, tapi hanya karena hobbi saja," katayna. Diam-diam sepakbola wanita bisa juga mendatangkan bisnis. Sekali dipanggil bertanding, - misalnya, Buana Putri di Jakarta menetapkan fee Rp 200.000 -- Panitia pengundang dimintanya membayar biaya akomodasi dan transportasi, serta uang saku pemain. Ini pula agaknya yang mendorong Aat Thohir awal April ini menerima jabatan pimpinan Putri Priangan dari isterinya. Berbagai pertandingannya telah banyak menyedot penonton. Para pencari dana sering memanfaatkan kesebelasan Bandung ini. "Memang sudah menguntungan penyelenggara," kata Thohir. "Tapi belum dirasakan keuntungannya secara komersial." Animo Besar Tidak selalu gampang bagi klub wanita. DPRD Tasikmalaya, misalnya, pernah bersidang dulu untuk membicarakan boleh atau tidaknya pertandingan sepakbola wanita di kotanya. Di Tasik itu, kata Ny. Thohir, penjualan karcis menggembirakan ketika PP lawan kesebelasan putri Swedia (2-2) tahun 1974. "Sesudah itu, kami malah ketagihan," katanya lagi. Tapi Banten, Cianjur dan Ciamis masih tetap tidak mengizinkan sepakbola wanita ini. Uan Hermawan, pelatih PP, mengatakan cukup besar animo untuk memaki klubnya -- dari usia 13 sampai 30 tahun. Malah ada orangtua sengaja menitip anaknya pada PP, katanya. Ada juga di antara klub wanita itu yang melawat ke luar negeri. Misalnya PP sudah pernah mengikuti Pesta Sukan di Malaysia, dan Buana Putri pernah main dalam kompetisi internasional di Taiwan. Buana Putri tampaknya paling dikenal di luar negeri, berkat keanggotaanya dalam Asian Ladies Football Confeeration. "Ada harapan Desember nanti kami diundang bertanding di India," kata Sudono, anggota pengurus BP. Persoalan ialah apakah BP saja mewakili Indonesia di India itu? PSSI sudah diberitahu tentang ini, dengan harapan supaya dibentuk kesebelasan nasional. Menurut Sudono, PSSI masih belum memberi reaksi. Namun PSSI kelihatannya sudah melangkah ke arah pembentukan Galanita. Kini komisinya baru pada taraf mendafar klub-klub yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus