Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan lembaga zakat kian menjamur selama beberapa tahun terakhir. Namun, tak jarang tata kelolanya bermasalah, bahkan tersangkut kasus hukum. Digitalisasi zakat kemudian dikembangkan sebagai solusi untuk menghindari fraud atau kecurangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Ekonomi Islam dan Keuangan Sosial Islam Universitas Airlangga (Unair), Tika Widiastuti, mengatakan tata kelola zakat harus lebih modern agar dipercayai masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemberitaan mengenai kasus-kasus lembaga pengelolaan zakat menyebabkan kepercayaan masyarakat menurun,” kata Tika melalui keterangan tertulis pada Senin, 1 April 2024.
Sebagian masyarakat, menurut Tika, masih menyalurkan zakat pada lembaga yang tidak terdaftar secara resmi. Artinya, butuh transparansi dalam pengelolaan zakat. Dengan skema digital, masyarakat bisa mendapatkan kepastian mengenai penerima zakat yang telah dibayarkan.
Menurut Tika, sudah ada beberapa lembaga menerapkan layanan secara digital. Namun, hanya sebagian kecil yang diketahui oleh masyarakat Indonesia.
“Oleh karena itu, para lembaga pengelola zakat perlu berkomitmen melakukan digitalisasi zakat untuk meningkatkan transparansi,” tutur dia.
Melalui digitalisasi, dia berharap lembaga pengelola zakat kembali dipercaya oleh masyarakat. Pasalnya, zakat merupakan harta yang wajib disisihkan para umat muslim untuk golongan yang berhak menerima. Zakat merupakan salah satu dari lima pilar utama agama Islam.
Zakat fitrah, sebagai contoh, wajib dikeluarkan jelang Idul Fitri. Apalagi zakat di Indonesia berpotensi membantu kesejahteraan masyarakat. “Sekitar 10 tahun lalu, zakat yang terkumpul adalah Rp 200 triliun. Sekarang meningkat sekitar 300 triliun,” ujar Tika.
Pada akhir Februari lalu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menargetkan bisa menghimpun zakat infak sedekah (ZIS) hingga Rp 41 triliun pada 2024. Target itu meningkat 30 persen dibanding tahun lalu.
Adapun Menteri AgamaYaqut Cholil Qoumas menyebut target Rp 41 triliun itu masih di bawah potensi zakat di Indonesia. “ Ada sekitar Rp 327 triliun potensi zakat infak sedekah setahun di Indonesia yang dapat dikelola dengan baik,” kata Yaqut saat menghadiri Baznas Awards 2024 di Jakarta pada 29 Februari 2024.