Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

6 Komentar SBY yang Menyinggung Pemerintahan Jokowi

SBY kembali mencuri perhatian setelah merespon unjuk rasa terkait omnibus law Undang-undang atau UU Cipta Kerja.

16 Oktober 2020 | 07.02 WIB

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Refleksi Akhir Tahun "Indonesia Tahun 2020: Peluang, Tantangan & Harapan", di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu 11 Desember 2019. Tempo/ Fikri Arigi.
Perbesar
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Refleksi Akhir Tahun "Indonesia Tahun 2020: Peluang, Tantangan & Harapan", di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu 11 Desember 2019. Tempo/ Fikri Arigi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali mencuri perhatian setelah merespon unjuk rasa terkait omnibus law Undang-undang atau UU Cipta Kerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ia menyayangkan adanya tudingan bahwa dirinya adalah dalang di balik sejumlah kerusuhan yang terjadi dalam aksi demonstrasi menolak omnibus law yang terjadi belakangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Suuzon enggak baik. Saya dulu menghormati semua, misalkan PDI Perjuangan beroposisi dengan pemerintahan saya, saya tetap menjaga silaturahmi dengan para petinggi PDI Perjuangan," katanya dalam acara 'Ngobrol Santai' yang diunggah channel YouTube-nya, Senin, 12 Oktober 2020.

Ini bukan kali pertama pendiri Partai Demokrat itu mengkritisi pemerintahan. Sejak Jokowi menjabat, Demokrat yang berada di luar pemerintahan kerap melancarkan komentar dan kritik terhadap Jokowi.

Berikut beberapa komentar SBY terhadap Jokowi yang dihimpun Tempo.

1. Krisis Ekonomi 2016

Ketika blusukan 13 hari keliling Pulau Jawa bertajuk 'SBY Tour de Java' pada Maret 2016, SBY mengkritik pemerintah. Ia mengomentari kondisi ekonomi yang lesu di dua tahun awal pemerintahan Jokowi.

"Kalau ekonomi sedang lesu, dikurangi saja pengeluarannya. Bisa kita tunda tahun depannya lagi sehingga, jika ekonomi lesu, tidak lagi bertambah kesulitannya. Itu politik ekonomi," kata SBY.

2. Aksi 411 Berujung Rusuh

Unjuk rasa 4 November 2016 berujung ricuh. Presiden Jokowi menyatakan ada aktor politik di belakang aksi. Ia tidak menyebutkan siapa aktor tersebut. SBY kemudian merespon ucapan Jokowi tersebut.

"Yang komando hanya telepon genggam, social media. Jangan tiba-tiba simpulkan ada yang menggerakkan atau mendanai," kata SBY saat itu.

3. Hoax Merajalela

SBY kerap aktif menggunakan media sosialnya, utamanya Twitter. Lewat platform itu pula, ia mengkritik jalannya pemerintahan Jokowi. Ia menggunakan *SBY sebagai tanda bahwa cuitan yang dibuat berasal dari dirinya.

"Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar hoax berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang? *SBY*," cuit SBY pada 2016.

4. Gaya Blusukan

SBY juga pernah mengomentari gaya blusukan Jokowi. Ia mengatakan jauh sebelum Jokowi blusukan, sudah melakukan hal ini.

"Jadi, sebelum Pak Jokowi blusukan, kami lebih dulu blusukan ke berbagai tempat di Indonesia untuk melihat kondisi nyata," kata SBY saat menjadi pembicara kunci seminar Hari Perempuan Internasional di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 19 Maret 2018.

5. Kasus Jiwasraya

SBY juga mengomentari kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia meminta kasus itu jangan terlalu dipolitisasi. Meskipun, kata dia, tak mungkin hal begitu akan terbebas sama sekali dari perbincangan politik.

"Sejumlah kalangan mengatakan janganlah kasus Jiwasraya dan Asabri ini terlalu dipolitisasi. Saya sangat setuju," kata SBY melalui keterangan tertulis, Senin, 27 Januari 2020.

Menurut SBY, jangan pula ada penumpang gelap yang punya tujuan dan agenda tertentu. Jangan punya nafsu untuk menjatuhkan pemimpin dan pemerintahan di tengah jalan.

"Dulu hal begini beberapa kali saya alami. Kekuasaan harus didapatkan secara sah. Kalau tidak halal, Allah tidak akan merahmatinya. Kekuasaan harus didapatkan melalui pemilu. Itu jalan konstitusional yang disediakan oleh negara," ujar dia.

6. Mengomentari Omnibus Law Cipta Kerja

SBY mengatakan partainya tidak anti terhadap regulasi yang mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja. Hanya terkait UU Cipta Kerja, Partai Demokrat tidak ingin terburu-buru disahkan lantaran masih banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

"Kalau RUU masih ada masalah-masalah yang mungkin serius disahkan, hampir pasti begitu dijalankan nanti menimbulkan masalah yang lebih besar dan lebih luas. Lebih bagus dituntaskan dulu," katanya dalam acara 'Ngobrol Santai' yang diunggah channel YouTube-nya, Senin, 12 Oktober 2020.

Menurut SBY, dalam pembuatan undang-undang, DPR dan pemerintah seharusnya membuka pintu dialog dan konsultasi bagi pihak-pihak yang menolaknya. "Kalau konsultasi jangan hanya kepada unsur-unsur yang setuju. Justru yang belum setuju diajak bicara," tuturnya.

Undang-undang yang baik, kata SBY, adalah yang bisa mengakomodir kepentingan semua pihak. "Semua win, dunia usaha atau bisnis win, para pekerja win, rakyat di bawah juga dapat manfaatnya, pecinta lingkungan juga diperhatikan, everybody win. Itu undang-undang yang baik," tuturnya.

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus