Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pipa melekat di bibir Soekarwo, Rabu siang pekan lalu. Asap rokok A-mild tak berhenti mengepul. ”Bagaimana perkembangannya? Kita masih menang, kan?” kata calon Gubernur Jawa Timur ini kepada tim suksesnya. Ia memantau siaran langsung televisi hasil penghitungan cepat pemilihan gubernur di garasi rumahnya, Jalan Kertajaya Indah Timur, Surabaya.
Semua tak mengalihkan pandangan dari televisi. Sesekali terdengar teriakan anggota tim yang memantau suara. ”Madura aman. Kita juga menang di Tapal Kuda!” Sekitar pukul 14.00, hampir semua televisi menunjukkan Soekarwo unggul. ”Semoga hasilnya terus memuaskan,” kata Pakde, begitu calon Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera ini sering disapa.
Tamu mulai berdatangan menjelang sore. Calon wakil gubernurnya, Saifullah Yusuf, pertama datang. Lalu Suyoto, Bupati Bojonegoro yang juga Ketua Partai Amanat Nasional Jawa Timur. Mereka pun meriung di depan televisi. Soekarwo memindah-mindah saluran dan baru berhenti ketika Saifullah nyeletuk, ”Jangan terus diganti, Pakde. Nanti kelihatan bingungnya.” Semua tertawa.
Suasana riang juga terasa di markas kandidat lain, Khofifah-Mudjiono, di Perumahan Deltasari, Sidoarjo. Awalnya anggota tim sukses calon Partai Persatuan Pembangunan ini tak bergairah. Perolehan suara mereka kalah dari pasangan Soekarwo-Saifullah. ”Durung kalah. Jik sak persen (Belum kalah. Perhitungannya baru satu persen),” kata seorang pendukung.
Ketika teks berjalan di televisi menyatakan Khofifah unggul, anggota timnya yang duduk langsung berdiri. ”Allahu Akbar. Menang!” Ketika kemudian Soekarwo kembali di atas, mereka berteriak: ”Masya Allah”. Anggota tim sukses Khofifah sebagian besar anggota Fatayat dan Muslimat, tempat ia menjadi ketua umum badan otonom Nahdlatul Ulama ini.
Menurut penghitungan cepat, dua kandidat itu mengalahkan tiga calon lainnya. Mereka adalah Soetjipto-Ridwan Hisjam (calon Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Partai Golkar), dan Achmady-Suhartono (Partai Kebangkitan Bangsa). Namun perolehan Soekarwo dan Khofifah diperkirakan di bawah 30 persen, sehingga mereka harus bersaing di putaran kedua.
Ana Lutfi, wakil ketua tim sukses Soekarwo-Saifullah, yakin perolehan suara dua kandidat terkuat merupakan buah popularitas. ”Kedua tokoh itu sangat populer di masyarakat,” katanya.
Soekarwo sudah cukup akrab dengan birokrasi Jawa Timur. Pada 1983, pria kelahiran Madiun 16 Juni 1950 ini menjadi Kepala Dinas Pendapatan Surabaya. Setelah itu, kariernya merambat, sampai akhirnya menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sejak 2003.
Saifullah Yusuf menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia keluar dari partai itu dan bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa dalam Pemilihan Umum 2004. Pada tahun yang sama, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor ini ditunjuk menjadi Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Ia dicopot tahun lalu, dan digantikan Lukman Edy.
Menurut hasil exit poll Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Surabaya, Soekarwo cukup besar mendulang suara warga nahdliyin: 25 persen. Ini jauh melebihi suara yang didapat Ali Maschan Moesa, mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, yang hanya 15 persen.
Saifullah giat mendekat ke beberapa kiai berpengaruh. Antara lain pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo Kiai Kholil As’ad dan pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Kiai Idris Marzuki. Kholil memberikan dukungan terbuka kepada Soekarwo-Saifullah ketika kampanye belum mulai. Ia menyampaikannya dalam berbagai acara, dari acara pernikahan sampai pengajian.
Dalam sebuah acara perpisahan siswa Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum di Kendit, Situbondo, pada 19 Juni lalu, Kholil diundang untuk memberikan ceramah. Entah bagaimana, tema pembicaraan mengarah pada calon pemimpin masa depan. ”Pakde Karwo dan Gus Ipul itu baik,” kata Kholil, berpromosi. Ia mengutip hadis yang menyebut soal risiko dari sebuah negara yang dipimpin perempuan. Tanpa menyebut nama, orang tahu ia menunjuk Khofifah.
Di daerah ini, Soekarwo-Saifullah menang besar. Berdasarkan hasil penghitungan cepat Komisi Pemilihan Umum Situbondo sampai Jumat pekan lalu, pasangan ini meraup suara 45,87 persen. Adapun Khofifah-Mudjiono 34,96 persen.
Idris Marzuki juga terang-terangan menggadang-gadang pasangan Soekarwo-Saifullah. Pada 6 Mei lalu, Idris menemani dua orang itu ke Pesantren Mahiyatul Qurra wal Khuffat di Wonodadi, Kabupaten Blitar, pimpinan Kiai Masdain Rifai. Di depan sekitar seribu orang, Idris mengatakan, puluhan ulama di Jawa Timur mendukung pasangan ini karena mereka dekat.
”Alasan itu yang membuat para ulama ikhlas turun gunung mendampingi Pakde Karwo dan Gus Ipul,” kata Idris Marzuqi. Saat itu, Soekarwo dan Saifullah hanya menyatakan, keduanya berani mencalonkan karena restu kiai. ”Apa yang dikatakan kiai, ya itu yang kami lakukan,” kata Saifullah. Berdasarkan penghitungan suara cepat Lingkaran Survei Indonesia, Soekarwo mendapat suara 20 persen di Kediri.
Lain Soekarwo, lain Khofifah-Mudjiono. Dalam masa-masa awal, popularitasnya masih berada di peringkat bawah. Survei Institut Survei Publik bulan Mei mencatat popularitasnya hanya 8 persen. Menjelang pencoblosan, trennya terus naik. Dalam survei 20 Juli silam, Institut Survei mencatat peningkatan drastis Khofifah menjadi 16,6 persen. Hasil penghitungan cepat malah memprediksi mereka akan memperoleh 24 sampai 25 persen suara.
Tim sukses Khofifah, Fauzi, mengatakan bahwa popularitas Khofifah menguat pada Mei lalu. Ini tentu saja karena dukungan kuat badan otonom Nahdlatul Ulama, yaitu Fatayat dan Muslimat. Dukungan ini memang tak sepenuhnya gratis. Pada 2 Juli silam, Khofifah menyumbang Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dan pengurus cabang se-Jawa Timur uang Rp 1 miliar plus 50 unit mobil Suzuki APV. Penyerahan disaksikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi. Hasyim tak menampik ini sebagai upaya mencuri hati nahdliyin. ”Biarkan warga NU tahu, siapa calon yang memberikan manfaat,” kata Hasyim ketika itu.
Berbekal dukungan itu, tim sukses Khofifah yakin bisa meraup dukungan besar. Sekitar 80 persen penduduk Jawa Timur merupakan warga nahdliyin. ”Selain itu, hasil pembicaraan pengurus Partai Persatuan Pembangunan dan Nahdlatul Ulama sepakat, idealnya Jawa Timur dipimpin kader Nah-dlatul,” kata Fauzi. Dalam exit poll, Khofifah mendapat dukungan paling besar dari nahdliyin: 28 persen.
Fauzi mengakui, suara Khofifah tertinggal dari Soekarwo di Madura dan beberapa daerah Tapal Kuda. Itu karena ada kampanye buruk terhadapnya berupa selebaran bergambar pasangan nomor urut 1 dengan tanda salib di dalamnya. Selebaran semacam ini di basis-basis Islam jelas merupakan kampanye buruk. Menurut hasil perhitungan cepat Lingkaran Survei Indonesia, Soekarwo menang di Madura dengan 39,34 persen suara, sedangkan Khofifah 26,99 persen.
Penghitungan suara resmi KPU akan dilakukan pekan ini. Namun, dalam penghitungan cepat sampai pekan lalu, belum ada calon yang mendapat suara melebihi 30 persen. Itu artinya, besar kemungkinan akan ada putaran kedua. Kata Saifullah Yusuf, ”Ibarat main bola, ini babak adu penalti.”
Abdul Manan, Rohman Taufik, Yekti HM, Mahbub Djunaidi, Dwidjo Maksum, Adi Mawardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo