Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Duit suap</B></font><BR />Duit Hutan untuk Komisi Hutan

Duit suap dalam permohonan alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-api, Sumatera Selatan, dibagikan ke banyak politikus. Masih ada Rp 3,49 miliar yang belum terlacak.

28 Juli 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HETTY Koes Endang menepuk pundak lelaki itu, lalu mengelusnya perlahan, ”Istirahat ya, Pa. Tidur ya,” kata biduan kondang itu lembut. Si lelaki, suaminya, mengangguk lemah, lalu menghilang di balik jeruji besi ruang tahanan Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Jalan Kramat Raya.

Kamis pekan lalu, suami Hetty, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yusuf Emir Faishal, 49 tahun, memasuki minggu keduanya sebagai tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hari itu Hetty baru saja mengantar beberapa kerabatnya menjenguk Yusuf. Mereka membawa oleh-oleh satu parsel buah-buahan. Tapi tak sebiji pun dibawa Yusuf masuk selnya.

Meski berusaha ramah kepada tamu-tamunya, pasangan Yusuf-Hetty tampak gundah. Yusuf tak bisa menyembunyikan kemurungannya. Matanya sayu. Melihat Tempo, dia hanya mengangsurkan tangan, mengajak bersalaman, lalu berpaling. Jabatan tangannya tak bertenaga. ”Jangan dulu. Belum saatnya kami berkomentar,” kata Hetty cepat setelah suaminya masuk sel.

Yusuf ditahan dengan tuduhan menerima uang suap dari Chandra Antonio, pengusaha dari Sumatera Selatan. Sejak akhir 2006 sampai pertengahan 2007, Yusuf dan satu anggota parlemen lain, Sarjan Taher (Fraksi Partai Demokrat), disangka menerima duit haram Rp 5 miliar sebagai imbalan menyetujui permohonan alih fungsi 600 hektare hutan lindung di kawasan Tanjung Api-api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Sarjan sudah ditahan sejak pertengahan Mei lalu.

PT Chandratex Indo Artha, perusahaan Chandra, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Sumatera Selatan, berniat menyulap hutan bakau di Tanjung Api-api menjadi kompleks perkantoran dan pelabuhan internasional. Nilai proyek itu Rp 5 triliun.

Kuasa hukum Yusuf, Sheila Salomo, berkeras tindakan kliennya tak melanggar hukum. ”Sumbangan pihak ketiga dalam jumlah tertentu diperbolehkan undang-undang,” katanya. Dan lagi, menurut Sheila, uang itu tak masuk kantong pribadi. Bagian Yusuf, Rp 800 juta, diserahkan ke partainya, dan sekarang sudah dikembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Bendahara Partai Kebangkitan Bangsa, Aris Junaidi, dua pekan lalu membantah pernyataan ini.

Tapi Yusuf masih punya satu pembelaan lagi: keputusan menerima duit Chandra Antonio disetujui seluruh koleganya di Komisi Kehutanan Dewan. ”Keputusan itu diambil dalam sebuah rapat komisi,” kata Sheila. Kalau pengakuan itu benar, artinya semua anggota Dewan di komisi itu kecipratan duit panas Tanjung Api-api.

l l l

PERTENGAHAN 2006, Yusuf Emir Faishal adalah Ketua Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat. Dia punya empat wakil ketua: Suswono dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mindo Sianipar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Syarfie Hutahuruk dari Fraksi Partai Golkar, dan Hilman Indra dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi.

Setiap wakil ketua membawahkan kelompok kerja yang berbeda sesuai dengan lingkup pengawasan komisi. Suswono, misalnya, ketua kelompok kerja masalah pangan. Mindo mengetuai kelompok pertanian dan perkebunan, sementara Syarfie di kelompok kelautan dan perikanan. Adapun kelompok kerja kehutanan diketuai Hilman Indra. ”Ke-50 anggota komisi dibagi dalam empat kelompok kerja ini,” kata Suswono pekan lalu.

Setiap kelompok kerja bisa membentuk tim kecil yang bersifat ad hoc untuk menangani persoalan khusus. Permohonan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk mengubah fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api pada Oktober 2006 juga ditangani oleh tim kecil beranggotakan 10 orang. ”Saya lupa siapa saja anggotanya,” kata Suswono. Namun satu sumber Tempo di komisi ini memastikan Al-Amin Nur Nasution (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) dan Sarjan Taher, dua anggota parlemen yang sudah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, adalah anggota tim.

Saat itu, tingkah anggota tim ini dalam rapat-rapat membahas permohonan alih fungsi hutan lindung di Sumatera Selatan sudah menerbitkan curiga. ”Setiap bulan pasti ada saja anggota tim itu yang pergi ke Palembang,” kata sumber Tempo.

Pada November 2006, Suswono didekati Yusuf Faishal dan disodori cek perjalanan bernilai Rp 150 juta. Tujuh bulan kemudian, pada Juli 2007, dia kembali menerima cek perjalanan bernilai sama. Tanpa setahu Yusuf dan koleganya yang lain, semua cek itu langsung dia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tiga anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera lainnya di Komisi Kehutanan, Umung Anwar Sanusi, Tamsil Linrung, dan Syamsu Hilal, juga menerima cek perjalanan bernilai Rp 50 juta. Pemberinya: pegawai sekretariat Komisi Kehutanan.

Suap untuk Umung diberikan di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin, Palembang, akhir 2006. ”Waktu itu, saya dan tim selesai meninjau lokasi hutan lindung Tanjung Api-api,” kata Umung. Sedangkan Syamsu Hilal diberi duit di Jakarta. ”Saya hanya diberi tahu ini uang titipan,” kata Syamsu. Hanya Tamsil yang mengaku diberi duit tunai. ”Bentuknya rupiah dan dolar Singapura,” kata Tamsil pekan lalu.

Sejak kasus dana nonbujeter mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada pertengahan 2006, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menerapkan kebijakan baru soal gratifikasi. ”Dulu, setiap pemberian uang langsung ditolak,” kata Suswono. Belakangan cara ini dinilai tidak efektif karena—meski duit sudah ditolak—nama si politikus ternyata tetap tercatat dalam daftar penerima suap. ”Sekarang kami mengembalikannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum batas 30 hari,” katanya lagi.

l l l

AWAL Mei lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah ruang kerja lima anggota Dewan di Senayan. Mereka membawa pergi segepok dokumen dan data digital dari ruang kerja Azwar Chesputra dan Syarfie Hutahuruk (Fraksi Partai Golkar), Sudjud Siradjudin (Fraksi Partai Amanat Nasional), Ishartanto (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), dan Hilman Indra.

Kelimanya sudah dimintai keterangan oleh Komisi. Kecuali Ishartanto, nama mereka sudah disebut dalam proses persidangan kasus korupsi Azirwan, Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang sedang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Belum jelas benar apa peran mereka berlima dalam kasus ini. Usaha Tempo menemui mereka selama sepekan lalu tak berhasil. Telepon seluler Azwar dan Sudjud, misalnya, tak aktif. ”Sebaiknya kita semua menjunjung asas praduga tak bersalah,” kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar Soemarsono pekan lalu.

Kesaksian tak terduga justru datang dari Imam Syuja, politikus Partai Amanat Nasional, yang juga anggota Komisi Kehutanan parlemen. Dia mengaku pernah menerima duit dari Yusuf Faishal sebesar Rp 45 juta. Imam mengaku lalai tak bertanya soal sumber dana itu. ”Kami saling percaya,” katanya.

Imam menjelaskan, ketika itu, pemberian duit suap sering bercampur dengan pembagian uang perjalanan dinas yang merupakan hak anggota Dewan. Akibatnya, ”Yang hak dan yang bukan hak campur-baur,” katanya.

Uang itu sudah dikembalikan Imam ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut catatan Tempo, sampai pekan lalu, Komisi baru menerima pengembalian dana Rp 1,51 miliar. Perinciannya: Sarjan dan Yusuf mengembalikan Rp 1,035 miliar, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengembalikan Rp 400 juta, dan dua politikus—Mufid Busyairi (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) dan Imam Syuja—mengembalikan Rp 75 juta.

Lalu ke mana sisa Rp 3,49 miliar? Masih gelap. Yang jelas, kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Haryono Umar, masih terbuka kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus ini. ”Penyidikan terus bergulir,” katanya.

Wahyu Dhyatmika, Irmawati (Makassar), Iqbal Muhtarom, Rina Widiastuti (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus