Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Bagaimana agar Indonesia Bisa Raih Piala Oscar? Ini Kata Pakar Film Binus

Pakar film Binus berpendapat untuk mencapai Oscar, distribusi film Indonesia harus ditingkatkan.

21 Maret 2023 | 17.36 WIB

Sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert berpose dengan Oscar mereka untuk Film Terbaik untuk "Everything Everywhere All at Once" di ruang foto Oscar di Academy Awards ke-95 di Hollywood, Los Angeles, California, AS, 12 Maret 2023. Sejumlah pemenang Oscar merayakan kemenangan mereka dengan gaya yang heboh. REUTERS/Mike Blake
Perbesar
Sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert berpose dengan Oscar mereka untuk Film Terbaik untuk "Everything Everywhere All at Once" di ruang foto Oscar di Academy Awards ke-95 di Hollywood, Los Angeles, California, AS, 12 Maret 2023. Sejumlah pemenang Oscar merayakan kemenangan mereka dengan gaya yang heboh. REUTERS/Mike Blake

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ajang perfilman bergengsi Academy Awards ke-95 atau sering disebut piala Oscar telah resmi digelar sepekan lalu pada 12 Maret 2023. Film Everything Everywhere All at Once (EEAO) berhasil menjadi film dengan jumlah piala terbanyak di 7 kategori, termasuk Best Picture, Best Actress, dan Best Director.
 
Momen EEAAO yang meraih piala Oscar menarik perhatian publik di media sosial soal representasi Asia di industri perfilman Hollywood. Dosen Film Program Binus University sekaligus pakar film, Ekky Imanjaya, turut memberikan pendapatnya tentang isu keberagaman di Oscar dan bagaimana industri perfilman Indonesia dapat menembus ajang penghargaan tersebut.
 
Dia membahas tentang tagar #OscarsSoWhite yang muncul beberapa tahun belakangan, yang kemudian mendorong keberagaman dalam nominasi hingga pemenang Oscar. “The power of medsos yang disampaikan melalui hashtag ini membuat insan perfilman people of color, termasuk Asia, semakin diapresiasi," ujarnya dilansir dari laman Binus University pada Selasa, 21 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Namun, kata dia, perlu diingat bahwa penentuan pemenang Oscar ini dilakukan secara voting oleh ribuan anggota Academy. Sehingga, menurut dia, yang dipilih tentunya yang menjadi top of mind yang berasal dari film-film yang dapat diakses dengan mudah.
 
Ekky menyebutkan dua hal utama yang mendorong tumbuhnya representasi Asia di Hollywood. Pertama, representasi dari para sutradara, aktor, dan aktris Asia yang kariernya dapat menembus Hollywood.
 
Kedua, promosi film-film yang dibuat di Asia yang kemudian menemukan popularitas di Amerika Serikat. Hal itu, menurut dia, sudah dilakukan oleh Parasite. Pemerintah Korea telah berinvestasi besar-besaran agar film tersebut dapat diputar di seluruh bioskop di Amerika Serikat. Dengan begitu, film tersebut dapat dengan mudah ditontpn.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Parasite yang berhasil memenangkan kategori Best Picture piala Oscar 2020. Namun, cara yang kedua ini cukup berat karena Pemerintah Korea Selatan sendiri melakukan investasi besar-besaran untuk Parasite agar diputar di seluruh bioskop di Amerika Serikat. Sehingga, para juri dapat menonton dan akhirnya mem-voting,” jelasnya.
 
Lantas, bagaimana industri perfilman Indonesia dapat turut menembus ajang Oscar?
 
Dia menjelaskan bahwa sudah ada film Indonesia yang tembus ke Hollywood. Namun, masuknya secara sporadis. Dia mencontohkan The Raid yang dibintangi Iko Uwais dan Joe Taslim. "Mereka sudah main di banyak franchise seperti Star Wars dan Fast Furious. Meskipun ada juga yang batal tampil, namun setidaknya sudah mulai masuk ke dalam Hollywood melalui franchise film box office,” ujar Ekky.
 
Menurutnya, saat ini perfilman Indonesia sudah semakin baik kualitasnya. Beberapa film garapan sutradara Indonesia telah beberapa kali dinominasikan dan bahkan menjuarai festival film bergengsi dari seluruh dunia. 
 
Contohnya adalah Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak yang berhasil masuk dalam nominasi Directors’ Fortnight Art Cinema Award di Cannes Film Festival serta Autobiography yang berhasil meraih penghargaan Orizzonti and Parallel Sections di Venice Film Festival.
 
Meski begitu, dia menjelaskan untuk bisa mencapai Oscar, dibutuhkan investasi besar agar film-film Indonesia bisa ditonton di bioskop di Amerika Serikat.

"Oscar itu unik, bukan ajang internasional melainkan di Amerika Serikat saja. Pemilihnya bukan dari banyak negara tapi hanya dari Amerika Serikat saja. Sehingga apabila film Indonesia ingin menang, memang harus jor-jor-an untuk distribusi ke bioskop-bioskop Amerika Serikat,” jelasnya.
 
Oleh sebab itu, Ekky menyampaikan bahwa investasi untuk distribusi film Indonesia harus ditingkatkan untuk membuak peluang Oscar. Selain itu, kualitas lulusan studi film juga harus dibina dengan berbagai program dan paparan dari pelaku industri perfilman internasional.
 
“Di Film Program Binus University kami memiliki program enrichment yang memberikan kesempatan magang di studio-studio film multinasional, bahkan sekarang sudah ada lulusan-lulusan yang bekerja di studio-studio seperti NBCUniversal," ujarnya.

Binus, kata dia, juga sering mendatangkan berbagai ahli perfilman sebagai dosen tamu supaya mahasiswa dapat memahami langsung kondisi dalam industri saat ini.
 
Ekky optimistis bahwa perfilman Indonesia akan semakin maju seiring dengan representasi yang kian masif dan juga kemajuan yang pesat dari segi pendidikan dan kualitas perfilman. Ke depannya, dia berharap para lulusan Film Program dapat semakin meningkat daya serapnya ke dalam industri dan juga mendukung industri perfilman Indonesia di kancah internasional.

Nabiila Azzahra

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menjadi reporter Tempo sejak 2023 dengan liputan isu internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus