Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Barang Impor & Pemecah Kacang

Simposium masalah pangan, energi dan kependudukan dalam rangka memperingati 60 tahun pendidikan tinggi teknologi Indonesia di bandung.

1 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA insinyur dari Negeri Belanda terhambat datangnya. Padahal perkebunan di Hindia-Belanda yang begitu luas sangat membutuhkan mereka. Maka 3 Juli 1920, di Bandung didirikanlah Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) dengan hanya satu jurusan: jalan dan pengairan. Semata untuk memenuhi kebutuhan perkebunan, sih. Kini pendidikan tinggi teknologi kita tak hanya ada di Bandung. Juga tak hanya satu jurusan, tapi 21. Begitu penjelasan Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dr Doddy Tisna Amidjaja, pada pembukaan simposium ilmu dan teknologi pekan lalu di Bandung. Toh, perkembangan itu tak berarti perkembangan tujuan. Bahkan ada yang menilai, pendidikan tinggi teknologi kita belum beranjak dari 60 tahun yang lalu. Sebuah contoh: sejak dulu tugas akhir jurusan teknik sipil di ITB masih juga membuat jembatan. Atau seperti kata Ir. Mahmud Zaki MSc, Rektor Institut Teknologi Surabaya "Untuk saat ini yang penting menghasilkan sarjana teknik sebanyak mungkin." Bukan misalnya memecahkan problem sekitar teknologi & masyarakat. Setengah Jadi Tapi jangan khawatir. Dalam kalangan pendidikan tinggi teknologi di Indonesia masih ada yang tak menganggap pendidikan teknik hanya untuk menghasilkan pelayan mesin impor', Di ITB, ada yang disebut Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) yang telah berusia 7 tahun. Ini merupakan lembaga riset yang mcngutamakan teknologi pedesaan yang memang dibutuhkan kini. Kecuali memberikan latihan kepada para instruktur Kuliah Kerja Nyata ITB, PTP sampai kini telah menerapkan 10 jenis teknologi, antara lain penghasil gas bio, pengering gabah, pompa bambu, penjernih air, kincir angin. Semuanya adalah barang-barang yang bisa dibuat dengan bahan yang tersedia di desa. Sebagai bukti PTP tak sia-sia, Dr. Filino Harahap, direkturnya, menunjukkan seribu lebih surat yang mereka terima selama 2 tahun terakhir. "Surat-surat itu datang dari berbagai pelosok, terbanyak bertanya tentang pompa bambu, pompa hidram dan gas bio." Juga Departemen Fisika Teknik ITB agaknya menekankan pada teknologi tepat guna. Kini departemen itu tengah asyik mengembangkan alat pengering dan pemanas air tenaga surya. Sedang para mahasiswanya yang aktif di Masjid Salman, di sejumlah desa Jawa Barat telah berhasii membuat proyek penjernihan air. PTP dan ITB agaknva memang menekankan hasil jadi yang bisa langsung dimanfaatkan masyarakat. Agak lain dengan Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian Departemen Mekanisasi Pertanian IPB, di sini yang lebih ditekankan adalah segi pendidikan teknologinya. Mahasiswa tingkat terakhir diwajibkan membuat sebuah alat yang bermanfaat bagi pertanian. Menurut Siswadi, ketua departemen tersebut, tiga tahun terakhir ini sudah ada 90 alat yang dibuat. Memang alat-alat sederhana itu -- antara lain pemecah kacang, pemarut singkong, pemarut sagu, pengering gabah --belum dites kegunaan praktisnya. Atau, sebagai barang percobaan dalam pendidikan," boleh dibilang masih setengah jadi," kata Siswadi pula. Tapi tujuan IPB memang melatih itulah. Lain lagi kegiatan Fakultas Teknik yang agaknya lebih menekankan penelitian. Menurut Pembantu Dekan I fakultas tersebut, Ir. Djoko Hartanto, banyak penelitian dilakukan atas kerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum. Antara lain tentang jembatan beton, pengecoran beton di bawah permukaan air dan konstruksi jalan. Di jurusan listrik, tutur Pudek I itu, banyak juga dibuat alat-alat yang memang masih bersifat percobaan juga--belum dimasyarakatkan, masih perlu dites Walhasil, PTP barangkali salllpai hari ini merupakan teladan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap teknologi. "Mempersempit spektrum teknologi yang kini diterapkan di Indonesia. Dan bersamaan dengan itu memperluas cakupan penerapan dan penerimaannya di bergagai strata masyarakat luas," tutur Dr. Filino Harahap, 42 tahun. Maksud doktor lulusan Universitas Cornell, I969, itu riset dan pengembangan telinologi kita seharusnya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan unit-unit kecil para nelayan, tukang, petani dan sejenisnya. Tapi masalah yang dihadapi pendidikan teknik kita barangkali memang ganda. Di tengah tantangan pemenuhan kebutuhan itu, kita toh harus pula mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Sementara kita perlu mencetak tenaga terampil guna meladeni mesin-mesin yang mungkin kita impor, dibutuhkan pula tenaga kreatif guna menciptakan alat-alat murah untuk memcnuhi kebutuhan yang lebih mendesak. Masalahnya, bagaimana kalau yang terakhir itu pun diimpor?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus