Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA insinyur dari Negeri Belanda terhambat datangnya.
Padahal perkebunan di Hindia-Belanda yang begitu luas sangat
membutuhkan mereka. Maka 3 Juli 1920, di Bandung didirikanlah
Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) dengan hanya satu
jurusan: jalan dan pengairan. Semata untuk memenuhi kebutuhan
perkebunan, sih.
Kini pendidikan tinggi teknologi kita tak hanya ada di
Bandung. Juga tak hanya satu jurusan, tapi 21. Begitu penjelasan
Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dr Doddy Tisna Amidjaja, pada
pembukaan simposium ilmu dan teknologi pekan lalu di Bandung.
Toh, perkembangan itu tak berarti perkembangan tujuan. Bahkan
ada yang menilai, pendidikan tinggi teknologi kita belum
beranjak dari 60 tahun yang lalu. Sebuah contoh: sejak dulu tugas
akhir jurusan teknik sipil di ITB masih juga membuat jembatan.
Atau seperti kata Ir. Mahmud Zaki MSc, Rektor Institut Teknologi
Surabaya "Untuk saat ini yang penting menghasilkan sarjana teknik
sebanyak mungkin." Bukan misalnya memecahkan problem sekitar
teknologi & masyarakat.
Setengah Jadi
Tapi jangan khawatir. Dalam kalangan pendidikan tinggi
teknologi di Indonesia masih ada yang tak menganggap pendidikan
teknik hanya untuk menghasilkan pelayan mesin impor', Di ITB,
ada yang disebut Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) yang telah
berusia 7 tahun. Ini merupakan lembaga riset yang mcngutamakan
teknologi pedesaan yang memang dibutuhkan kini. Kecuali
memberikan latihan kepada para instruktur Kuliah Kerja Nyata
ITB, PTP sampai kini telah menerapkan 10 jenis teknologi, antara
lain penghasil gas bio, pengering gabah, pompa bambu, penjernih
air, kincir angin. Semuanya adalah barang-barang yang bisa
dibuat dengan bahan yang tersedia di desa.
Sebagai bukti PTP tak sia-sia, Dr. Filino Harahap,
direkturnya, menunjukkan seribu lebih surat yang mereka terima
selama 2 tahun terakhir. "Surat-surat itu datang dari berbagai
pelosok, terbanyak bertanya tentang pompa bambu, pompa hidram
dan gas bio."
Juga Departemen Fisika Teknik ITB agaknya menekankan pada
teknologi tepat guna. Kini departemen itu tengah asyik
mengembangkan alat pengering dan pemanas air tenaga surya.
Sedang para mahasiswanya yang aktif di Masjid Salman, di
sejumlah desa Jawa Barat telah berhasii membuat proyek
penjernihan air.
PTP dan ITB agaknva memang menekankan hasil jadi yang bisa
langsung dimanfaatkan masyarakat.
Agak lain dengan Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil
Pertanian Departemen Mekanisasi Pertanian IPB, di sini yang
lebih ditekankan adalah segi pendidikan teknologinya. Mahasiswa
tingkat terakhir diwajibkan membuat sebuah alat yang bermanfaat
bagi pertanian. Menurut Siswadi, ketua departemen tersebut, tiga
tahun terakhir ini sudah ada 90 alat yang dibuat. Memang
alat-alat sederhana itu -- antara lain pemecah kacang, pemarut
singkong, pemarut sagu, pengering gabah --belum dites kegunaan
praktisnya. Atau, sebagai barang percobaan dalam pendidikan,"
boleh dibilang masih setengah jadi," kata Siswadi pula. Tapi
tujuan IPB memang melatih itulah.
Lain lagi kegiatan Fakultas Teknik yang agaknya lebih
menekankan penelitian. Menurut Pembantu Dekan I fakultas
tersebut, Ir. Djoko Hartanto, banyak penelitian dilakukan atas
kerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum. Antara lain tentang
jembatan beton, pengecoran beton di bawah permukaan air dan
konstruksi jalan. Di jurusan listrik, tutur Pudek I itu, banyak
juga dibuat alat-alat yang memang masih bersifat percobaan
juga--belum dimasyarakatkan, masih perlu dites
Walhasil, PTP barangkali salllpai hari ini merupakan teladan
bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap teknologi.
"Mempersempit spektrum teknologi yang kini diterapkan di
Indonesia. Dan bersamaan dengan itu memperluas cakupan penerapan
dan penerimaannya di bergagai strata masyarakat luas," tutur Dr.
Filino Harahap, 42 tahun. Maksud doktor lulusan Universitas
Cornell, I969, itu riset dan pengembangan telinologi kita
seharusnya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan unit-unit kecil
para nelayan, tukang, petani dan sejenisnya.
Tapi masalah yang dihadapi pendidikan teknik kita barangkali
memang ganda. Di tengah tantangan pemenuhan kebutuhan itu, kita
toh harus pula mengikuti perkembangan teknologi mutakhir.
Sementara kita perlu mencetak tenaga terampil guna meladeni
mesin-mesin yang mungkin kita impor, dibutuhkan pula tenaga
kreatif guna menciptakan alat-alat murah untuk memcnuhi
kebutuhan yang lebih mendesak. Masalahnya, bagaimana kalau yang
terakhir itu pun diimpor?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo