Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANYA ada satu pemberitahuan kecil di papan pengumuman yang
terletak di beranda Hotel Indonesia Sheraton Senin pagi lalu
"Penataran P-4 untuk pengusaha swasta". Namun yang di Ruang
Ramayana hotel itu bukan sembarang pengusaha.
Boleh dibilang hampir semua pengusaha kelas kakap "non-pri"
muncul. Tampak hadir antara lain Sudono Salim (Liem Soei Liong)
dari Kelompok Waringin, Willem Surjadjaja dari Kelompok Astra,
Adil Nurimba dari Gesuri Lloyd, Ir. Ciputra dari Kelompok Jaya,
Mochtar Riadi dari Bank Central Asia, Yan Darmadi sampai P. K.
Oyong dari Kelompok Gramedia -- Harian Kompas.
Suasananya santai dan ramah. "Hei Will, priye kabare (apa
kabar)?", sapa Liem Soei Liong dalam bahasa Jawa logat Semarang
pada Willem Surjadjaja. Sambil mengulurkan tangan, yang disapa
menyahut "beres". Keduanya lalu berangkulan. Liem Soei Liong
pagi itu tampaknya memang menjadi bintang. Selain kepada
Mensesneg Sudharmono yang membuka penataran, banyak pengusaha --
terutama yang muda -- yang menemui dan menjabat tangan Liem.
Tokoh yang jarang kelihatan ini, selain berbahasa Cina, biasa
menyapa teman-temannya dalam bahasa Jawa.
Diikuti 252 peserta -- 30 di antaranya pengusaha pribumi --
serta 14 pengamat, inilah penataran P-4 tingkat nasional yang
pertama diselenggarakan khusus buat para pengusaha swasta. Yang
memberikan penataran adalah BP-7 sedang panitia penyelenggaranya
sendiri terdiri dari para tokoh seperti Harry Tjan Silalahi, K.
Sindhunata, Kwik Kian Gie, Sofjan Wanandi, Njoo Han Siang, J.
Panglaykim dan Lie Tek Tjeng. Badan Komunikasi Penghayatan
Kesatuan Bangsa (Bakom PKB) turut mempersiapkan penataran ini
sedang Kadin secara resmi menghubungi para pengusaha. Itu
sebabnya Ketua Umum Kadin Pusat Hasjim Ning dan Sekjen Ali Noor
Luddin ikut ambil bagian dalam penataran ini.
Semua peserta adalah pemilik atau direktur suatu perusahaan, 160
orang di antaranya datang dari Jakarta. "Yang datang adalah yang
memegang keputusan masing-masing perusahaan. Bukan pegawai atau
wakil saja," kata Harry Soeharto, Ketua BP-7 pada A. Margana
dari TEMPO. Di meja tiap peserta, terpasang n:una
masing-masing. Nama kelahiran menghadap ke depan, sedang nama
baru menghadap pemiliknya.
Bobot dan pentingnya acara ini tampak dari daftar nama
penceramah. Tak kurang dari 9 menteri, antara lain Menko
Panggabean, Ali Moertopo, J.B. Sumarlin, Widjojo Nitisastro,
A.R. Soehoed dan Radius Prawiro, serta Pangkopkamtib Sudomo yang
akan memberikan ceramah atau makan malam bersama para pengusaha
ini. Sebelum penutupan oleh Mendagri Amirmachmud Sabtu pagi
mendatang para peserta akan menemui Presiden Soeharto di Istana
Negara.
"Orang-orang ini kan biasanya hanya cari uang saja. Tidak
gampang mengumpulkan seperti ini," ucap K. Sindhunata, tetua
Bakom PKB Senin lalu. Sambil menghirup kopi katanya pula "Selama
ini pengusaha non-pri kurang bisa dirangkum oleh pemerintah
karena tidak ada jalur komunikasi. Penataran ini penting, karena
mereka berperan besar sekali dalam ekonomi." Sindhunata menolak
anggapan penataran khusus ini bakal lebih mengeksklusifkan
mereka. Walau diakuinya "Kalau diteruskan begini memang
berbahaya, dan pemerintah juga mengatakan yang semacam ini hanya
sekali saja," ujarnya pada wartawan TEMPO Bachrun Suwatdi.
Biaya Sendiri
Harry Soeharto sendiri membantah penataran ini khusus buat
pengusaha non-pri". Ia menunjuk ada 30 pengusaha pribumi yang
menjadi peserta. Selain P-4, materi penataran juga mengenai
masalah pembauran serta Keppres 14. "Itu kami manfaatkan.
Mumpung sedang kumpul. Masalahnya tidak gampang mengumpulkan
pengusaha sebanyak ini," ujar Harry.
Namun penataran kali ini berbeda dengan yang diselenggarakan
buat para pegawai negeri dan ABRI yang berlangsung selama 2
minggu. Para pengusaha tidak perlu latihan pidato seperti calan
penatar dan benar-benar hanya menjadi peserta. Selain harus
mengikuti penuh acara ceramah dan diskusi selama 8 hari para
peserta juga mendapat tugas membuat paper. Apa tidak sulit nanti
buat mereka? "Kan ada yang muda-muda," jawab Willem Surjadjaja,
kakek dari 2 orang cucu ini berkelakar. Mereka yang umumnya
masih sulit berbahasa Indonesia -- apalagi untuk menulis --
memang didampingi para asisten mereka yang muda-muda.
Tentang alasan mengapa pengusaha "non-pri" juga harus ditatar
P-4, Mensesneg Sudharmono dalam pidato pembukaannya menegaskan
bahwa mereka perlu menerima kenyataan tentang masyarakat
Indonesia yang mempunyai ideologi Pancasila. "Tidak akan dapat
hidup, siapa pun yang tidak mempunyai kaitan dengan masyarakat
dan lingkungannya," katanya. Negara sendiri, kata Sudharmono
pula, telah menerima Pancasila sebagai penjamin keadaan
masyarakat yang tenteram dan sejahtera.
Sambutan para pengusaha sendiri? "Kami-kami ini hampir tidak
pernah mendapat penataran semacam ini. Pancasila perlu juga bagi
kami," kata Sutopo Yananto, pimpinan P.T. Berkat Grup Liem Soei
Liong sendiri tidak bersedia memberi komentar tentang manfaat
penataran ini baginya. "Pokoknya saya akan mengikuti penuh
penataran ini. Saya benar-benar libur 7 hari penuh supaya bisa
memusatkan perhatian ikut penataran," ujarnya. Siapa yang akan
mengendalikan perusahaannya selama itu? "Tidak ada soal.
Manajemen tetap berjalan lancar. Kalau perlu mereka bisa
mengontak saya di sini," sahutnya.
Hampir separuh peserta, terutama yang dari luar kota, tinggal di
Hotel Indonesia Sheraton. Tiap peserta harus membayar Rp 150.000
untuk biaya makan dan penataran, sedang biaya perjalanan dan
penginapan ditanggung sendiri. Ada juga peserta yang dibiayai
pemerintah daerah. "Mereka kan juga punya kepentingan untuk
mempancasilakan pengusahanya," kata Harry Soeharto. Atau seperti
kata seorang anggota panitia, para pengusaha kelas kakap yang
pengetahuan kewarganegaraaanya masih tingkat T.K. sudah waktunya
untuk ditatar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo