Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Biarpun dulu kita pro - lon nol

Wakil pm kamboja, ieng sary berkunjung resmi ke indonesia selama 5 hari. menlu mochtar kusumaatmadja akan mengunjungi pnompenh. hubungan diplomatik bertingkat dubes akan dibuka.(nas)

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAS sebulan setelah kunjungan PM Republik Sosialis Vietnam Pham Van Dong, Jumat pekan lalu datang lagi satu tamu dari Indocina Wakii PM Kamboja Ieng Sary. Selain Menlu Mochtar Kussumaatmadja dan para pejabat lain, turut menyambutnya di lapangan terbang Abang dan None Jakarta Kunjungan resmi 5 hari ini merupakan yang pertama bagi pejabat Republik Demokrasi Kamboja sejak jatuhnya Lon Nol. Kedatangannya yang tidak berselang jauh dari kunjungan Pham Van Dong saja cukup memberi gambaran. Kamboja, yang saat ini sedang bentrok dengan Vietnam, tidak ingin tertinggal oleh tetangganya itu dalam usaha mendekati ASEAN. Tapi ASEAN ternyata bukan satu-satunya sasaran pendekatan Kamboja. Perkembangan terakhir menunjukkan Kamboja sedang merubah sikap atau berganti siasat. Selama 3 tahun terakhir sejak negeri ini dikuasai komunis tidak ada negara yang begitu sering di kecam dunia seperti Kamboja. Bahkan Komisi Hak-hak Asasi PBB secara resmi menuduh negeri ini melanggar semua pasal Deklarasi Hak-hak Asasi PBB. Ribuan pengungsi Kamboja bertebaran di beberapa negara tetangganya. Konon, jumlah rakyat Kamboja yang tewas karena kelaparan, kerja paksa dan dibunuh sampai lebih dari sejuta. Penduduknya kini kira-kira 4 juta. Tidak heran, banyak yang menyebutnya sebagai pembantaian terbesar setelah Perang Dunia II. Tadinya apa yang terjadi di Kamboja tidak diketahui. Belakangan cerita pengungsi serta laporan pengunjung membuka tabir apa yang terjadi. Phnompenh hampir menjadi kota mati karena penduduknya dipaksa bekerja di proyek pertanian di luar kota dalam program sosialisasi Kamboja dengan korban ratusan ribu. Keganasan tentara dan pemerintah Kamboja terungkap juga lewat laporan wartawan Eropa Timur yang bisa masuk. Kecaman dan kritik bahkan datang juga dari negara Komunis lain, termasuk RRC setelah Kelompok Empat yang semula mendukung rejim Pol Pot - Ieng Sary, jatuh. Setelah 3 tahun menutup diri dan tidak peduli dengan omongan dunia luar, Kamboja akhirnya terpaksa merubah sikap. Mungkin perang dan konfliknya dengan Vietnam turut mendorong perubahan ini. Untuk pertama kalinya, dalam kunjungannya menghadiri sidang PBB Ieng Sary menyelenggarakan konperensi pers. Ditunjukkannya foto Pangeran Sihanouk yang dikatakannya dalam keadaan sehat. Ia mengundang Sekjen PBB Kurt Waldheim mengunjungi Kamboja untuk melihat sendiri keadaannya. Diterangkannya juga wartawan Amerika akhir tahun ini boleh mengunjungi Kamboja. Hubungan Indonesia (yang mendukung rejim Lon Nol, bahkan mengundangnya mampir waktu ia meninggalkan negerinya) dengan Kamboja praktis nol. Hubungan dagang begitu juga karena Kamboja secara ketat mencoba menjalankan berdikari. Sekalipun beberapa proyek industri sempat dikunjungi Sary. "Satu-satunya yang kita harap dari kunjungan ini adalah kesediaan Kamboja untuk mendukung keamanan dan stabilitas Asia Tenggara," kata seorang pejabat tinggi pada TEMPO. Indonesia jelas tidak akan berusaha menjual gagasan ASEAN, karena Kamboja -- seperti tercermin dalam pernyataan Ieng Sary di Manila -- tidak berniat masuk ASEAN atau bergabung dalam Federasi Indocina. Balas-membalas Indonesia sendiri agaknya tidak ingin dijadikan ajang Kamboja untuk melampiaskan kecamannya pada Vietnam. Di Manila, sebelum konperensi pers, dipertontonkan film Peristiwa Sebenarnya dari Agresi Vietnam pada Kamboja. Pernyataan tertulis Sary setibanya di Jakarta juga dikembangi kecaman pada Vietnam, walau tentu saja tidak dilupakan keyakinan bahwa kunjungan ini "mengembangkan lebih lanjut saling pengertian timbal balik, serta memperkuat persahabatan dan hubungan bilateral antara kedua negara, sesuai dengan keinginan dan kepentingan sah kedua bangsa." Agaknya untuk lebih meningkatkan saling pengertian ini, Menlu Mochtar Kussumaatmadja akan mengunjungi Hanoi dan Pnompenh mulai 10 Nopember mendatang. "Bukan apa-apa. Itu hanya kunjngan balasan. Kan wajar kalau orang mengunjungi kita, lalu kita balas berkunjung ke rumahnya," kata seorang pejabat Deplu. Selain balas-membalas kunjungan itu, yang menarik adalah rencana pembukaan hubungan diplomatik, yang oleh penguasa Kamboja sekarang dianggap baru samasekali. Dan Indonesia yang pernah punya hubungan diplomatik dengan pemerintah Lon Nol dulu, menerima saja keinginan pemerintah Kamboja yang sekarang untuk "melihat ke depan dan meninggalkan masa yang lalu." Maka disepakati dalam waktu dekat Indonesia akan menempatkan kuasa usaha berpangkat dubes di Phnompenh, sedang Kamboja akan mengangkat dubes untuk Indonesia berkedudukan di Bangkok. Kalau itu terjadi, maka negeri tertutup yang mulai menguakkan pintunya ke luar itu akan memiliki tiga kedubes: di Peking, Vientianne dan yang berdomisili di Bangkok nanti. Kabarnya di Phnompenh sendiri kini baru ada kurang dari 10 perwakilan asing, baik bertingkat kedubes maupun belum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus