Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan kasus tenaga kerja (TKI) ilegal terjadi karena masih ada permintaan. Padahal pemerintah telah melakukan moratorium pengiriman TKI ke kawasan Timur Tengah, tapi permintaan masih tetap ada.
"(TKI) Yang non-prosedural ke Timur Tengah paling banyak. Mereka lebih suka dari Indonesia," katanya di Jakarta, Ahad, 4 Juni 2017. Menurut dia, tenaga kerja asal Indonesia paling diminati karena memiliki kesamaan budaya dan agama.
Baca juga:
Delapan TKI Paling Inspiratif Raih Penghargaan dari Tempo
Hermono menyatakan ada 52 kota atau kabupaten yang menjadi kantong pengiriman TKI ke luar negeri. Kota-kota di Pulau Jawa masih mendominasi, seperti Indramayu, Pati, dan daerah lain di Jawa Timur. Setelah itu, diikuti Nusa Tenggara Barat.
Dia berujar bulan Ramadan menjadi momen paling diincar para sindikat untuk merekrut calon TKI untuk diberangkatkan ke luar negeri. Hermono menyebutkan para perekrut bisa mendapatkan untung Rp 50 juta per orang bila sukses memberangkatkan TKI. "Karena itu, mereka tidak segan mencoba berbagai cara," ucapnya.
Baca pula:
Percepat Penanganan Kasus TKI, Kemenlu Siapkan Diplomat Muda
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny Sompie menjelaskan, umumnya para pelaku menggunakan modus liburan atau umroh untuk mendapatkan dokumen perjalanan, seperti paspor.
Menurut dia, salah satu penyebab masih ditemukannya TKI ilegal adalah adanya biro perjalanan atau perusahaan penempatan TKI yang bertindak di luar prosedur. "Mereka tidak bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan pencegahan," ujarnya.
Silakan baca:
Penyebab Urusan TKI Ruwet, Dede Yusuf: Ada Dualisme Kelembagaan
Kementerian Ketenagakerjaan sejauh ini sudah membekukan izin 56 perusahaan penyalur TKI yang terindikasi mengirim tenaga kerja secara ilegal. Direktur Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Soes Hindharno menyatakan terus mengawasi perusahaan-perusahaan yang diduga masih mengirim tenaga kerja ke Timur Tengah. "Kami sekarang lagi mengawasi tiga perusahaan," tuturnya.
ADITYA BUDIMAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini