Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Bupati Dedi Tantang MUI dan FPI Bongkar Patung Harimau Kodam

Bupati Dedi Mulyadi mempertanyakan mengapa MUI dan FPI Purwakarta tak mengkritik patung harimau Lodaya di markas tentara dan polisi di Jawa Barat.

12 Februari 2016 | 13.47 WIB

Patung dua harimau dan meriam di depan bangunan Jinem Pangrawit  Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, (4/1). TEMPO/Rully Kesuma
Perbesar
Patung dua harimau dan meriam di depan bangunan Jinem Pangrawit Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, (4/1). TEMPO/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, menilai para pengkritik pembangunan patung wayang golek dan patung lainnya yang didirikannya di setiap ruang publik, tidak obyektif. "Di setiap markas polisi dan tentara di Jawa Barat itu ada patung harimau Lodayanya, tapi tidak pernah mereka kritisi," katanya kepada Tempo, Jumat, 12 Februari 2016.

Selain patung harimau Lodaya yang menjadi ikon Kodam III/Siliwangi dan Polda Jawa Barat, di sejumlah markas polisi dan tentara itu juga ada patung tentara dan patung wayang kresna sebagai lambang intelijen.

Dedi bmempertanyakan pernyataan pentolan Front Pembela Islam dan Ketua Majelis Taklim Manhajussalihin, Ustad Syahid Djoban, serta MUI yang menyatakan bahwa patung-patung wayang dan lainnya yang bernyawa itu haram. "Lalu apa bedanya dengan patung Harimau Lodaya itu?"

Syahid dan MUI Purwakarta melalui suratnya bernomor 207/07-X/MUI/XII/2015, meminta Dedi menghentikan pembangunan patung bahkan menghancurkan patung yang sudah didirikan. "Sebab patung-patung itu haram, disembah atau pun tidak," ujar Syahid.

Menurut Dedi, pihaknya tidak usah diminta dan didesak buat menghancurkan patung-patung wayang dan lainnya yang sudah didirikannya itu. "Asalkan, FPI, Manhajussalihin dan MUI berani mengkritisi dan membongkar patung-patung Harimau Lodaya yang ada di markas tentara dan polisi itu," ujarnya.


Menajamnya silang-sengkarut ihwal keberadaan patung tersebut terjadi setelah patung Arjuna di ujung selatan lokasi wisata Situ Wanayasa dirusak. Patung itu dibakar pada Kamis dinihari, 11 Pebruari 2016, pkl.04.00.

Tak lama pasca peristiwa pembakaran patung Arjuna Memanah tersebut, Syahid mengatakan bahwa, "Aksi pembakaran patung itu wajar karena Bupati Dedi tidak menggubris himbauan Majelis Ulama Indonesia yang meminta penghentian pembangunan patung dan membongkar patung yang menyalahi syariat."

Aksi perusakan patung-patung wayang di Purwakarta terjadi sejak September 2011. Pada saat itu, patung Bima di pertigaan Jalan Baru dirobohkan, lalu patung Semar di pertigaan Combro dan patung Gatut Kaca di pertigaan Martadinata.

Budayawan Sunda, Hawe Setiawan, tak habis pikir ketika mengetahui ada aksi pembakaran patung Arjuna Memanah tersebut. "Membangun patung itu bagus ya. Kalau yang membakar itu, ya mengerikan," ujarnya.

Menurut Hawe, para pihak yang tidak setuju dengan kehadiran patung-patung wayang yang dibangun di ruang publik tersebut, sebaiknya mengkritisnya dengan cara-cara yang elegan. "Semua persoalan kan bisa dibicarakan dengan baik-baik. Kita ini kan masyarakat madani,"katanya.

Pembuatan patung, relif, gambar dana lainnya yang ditempatkan di ruang-ruang publik itu sudah ada sejak zaman nenek moyang dan nyaris tidak pernah diperdebatkan. "Soal patung itu, saya kira mayoritas masyarakat umum sudah mafhum tak ada kaitannya dengan soal syirik," ujar dosen Fakultas Sastera Universitas Pasundan Bandung itu.

Hawe menilai positif apa yang telah dilakukan Bupati Dedi dalam mengisi ruang publik. "Menurut saya bagus ada bupati yang mengisi ruang publik dengan sentuhan-sentuhan budaya lokal kepurwakartaan atau kesundaan. Mestinya, dirawat bersama, bukan malah merusaknya," kata Hawe.

NANANG SUTISNA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Clara Maria Tjandra Dewi

Clara Maria Tjandra Dewi

Lulus dari Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran pada 1996. Bergabung dengan Tempo pada 2001. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal yang mencakup isu hukum, kriminal dan perilaku.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus