Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi menilai biaya politik yang tinggi menyebabkan terjadinya jual-beli jabatan di lingkup pemerintahan. Ia menyebutkan, akar persoalan jual-beli jabatan adalah tingginya biaya politik yang menjadikan kepala daerah sebagai sumber keuangan partai. “High cost politik harus dicarikan solusinya,” katanya di DPR, Rabu, 25 Januari 2017.
Sofian menyatakan memiliki cara efektif untuk mengatasi jual-beli jabatan. Cara tersebut harus dilakukan pada awal pemilihan umum. Ia mengatakan solusi itu adalah melalui elektronik voting (e-voting) pada saat pemilihan umum. Nantinya uang hasil penghematan dari e-voting digunakan untuk membiayai partai politik.
Baca juga:
Pengacara Bupati Klaten Menjawab Tudingan Jual-Beli Jabatan
Suap Jual-Beli Jabatan, Ketua KPK: Harusnya KASN Beri Tahu
Sofian mengatakan biaya penyelenggaraan pemilu saat ini sekitar Rp 18 triliun. Pemilu dengan biaya tersebut dilakukan secara manual. Ia membandingkan dengan pemilu yang berlangsung di Filipina. Menurut dia, di Filipina sudah menerapkan e-voting.
Menurut Sofian, biaya pemilu di Filipina untuk setiap orang adalah sekitar US$ 3. Sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar US$ 4. Ia mengatakan, untuk sekitar 150 juta pemilih di Indonesia, diperlukan biaya sekitar Rp 7 triliun.
Sofian menambahkan, dari perhitungan sederhana tersebut, diperoleh selisih sekitar Rp 11 triliun. Ia mengatakan, dengan metode e-voting, akan banyak keuntungan, misalnya relatif lebih murah dan lebih cepat. Selain itu, tidak ada jual-beli suara. “Sisa anggarannya bisa dipakai untuk membiayai partai,” tuturnya.
Sofian meminta Dewan Perwakilan Rakyat mendorong perubahan sistem pemilu ke arah e-voting. Ia mencontohkan di Filipina, sistem tersebut efektif digunakan karena, dalam kurun waktu sekitar 6 jam, sudah bisa diketahui hasilnya. “Kita bisa memperoleh orang-orang baik,” ucapnya.
Adapun Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyepakati usulan Sofian tersebut. Pihaknya mengaku tengah mengarahkan pemilu ke dalam e-voting. Secara teori, kata dia, e-voting bisa diterapkan di Indonesia. “Tapi (saat ini) saya rasa belum siap penyelenggaranya,” katanya.
DANANG FIRMANTO
Simak:
Jokowi Sindir Emirsyah Satar di Pertemuan Direksi BUMN
Polisi Tetapkan Ade Armando sebagai Tersangka Kasus UU ITE
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini