Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kecanduan Internet bisa membuat anak memiliki gangguan mental.
Pembatasan akses media sosial pada anak hanya menjadi salah satu cara.
Peran orang tua menjadi faktor utama bagi agar anak tak kecanduan Internet.
KECANDUAN bermain gawai dengan koneksi Internet melanda anak-anak di Indonesia. Itu terjadi pada Anang, bukan nama sebenarnya. Anak lima tahun ini sudah lihai memainkan banyak permainan secara online. Naya, tantenya, hanya bisa pasrah ketika menceritakan tingkah keponakannya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak usia 3 tahun, kata Naya, Anang sudah terbiasa memainkan gawai orang tuanya. Naya kebingungan mencari cara membatasi penggunaan medsos untuk memberi perlindungan anak kepada Anang. “Sekarang sudah sampai pegang telepon seluler sendiri dan orang lain enggak boleh megang,” kata warga Kota Tangerang itu ketika dihubungi Tempo pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anang menghabiskan waktu di depan layar ponsel pintarnya untuk bermain video game dan menyaksikan tayangan pendek atau shorts di platform media sosial YouTube. Dalam satu hari, kata Naya, Anang bisa menghabiskan waktu hingga delapan jam di depan layar.
Menurut Naya, orang tua Anang sebenarnya sudah mencoba membatasi kebiasaan anaknya berselancar di dunia maya. Namun kebiasaan Anang kembali muncul saat dia tidak ditemani. “Sebelum tidur pun harus bermain gadget. Bahkan, kalau terbangun tengah malam, dia enggak tidur lagi, melainkan bermain ponsel sampai ketiduran,” ujar Naya.
Fenomena anak yang kecanduan gawai dan game ataupun judi online makin masif terjadi. Laporan Badan Pusat Statistik pada 2024 menyebutkan 80,32 persen pelajar usia 5-24 tahun menggunakan Internet pada 2024. Sebanyak 67,65 persen di antaranya mengakses media sosial.
Psikolog anak, Novita Tandry, menyebutkan studi dari Asosiasi Psikiatri Amerika Serikat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder menerangkan ketergantungan pada Internet akan berdampak pada gangguan kesehatan mental anak. Banyak konseling anak yang ia lakukan merupakan dampak dari kecanduan Internet.
Kecanduan jenis ini masuk ke dalam gangguan yang disebabkan oleh nonzat atau non-substance related disorder. Mereka bisa tumbuh menjadi sosok yang mudah berbohong bahkan manipulatif. “Kalau bicara ada adiksi, berarti butuh rehabilitasi,” kata Novita melalui sambungan telepon kepada Tempo, Senin, 3 Februari 2025.
Pendiri Nurture, Teach, Observe (NTO) Childcare & Early Education ini mengatakan kecanduan Internet salah satunya disebabkan tidak adanya pengawasan dan kontrol dari orang tua. Dalam proses pertumbuhan anak pada usia 0 hingga 18 tahun, peran orang tua sangat besar untuk menumbuhkan pola berpikir anak.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi juga menduga pembiaran yang dilakukan orang tua menjadi salah satu masalah utama. Kak Seto—sapaan akrabnya—menilai ada kecenderungan orang tua memberikan akses Internet kepada anak sebagai jalan pintas untuk menghindari rengekan anak.
Ilustrasi anak bermain games. Shutterstock
Ketergantungan anak pada gadget, kata dia, bisa merusak perkembangan jiwa yang sehat pada anak-anak. Sebab, ketika gangguan teknis seperti kehilangan pulsa atau sinyal saat bermain ponsel terjadi, anak-anak cenderung akan marah hingga melakukan aksi yang cenderung agresif bahkan nekat. “Bisa-bisa nanti kita justru akan menghadapi Indonesia cemas atau Indonesia lemas tahun 2045, bukan Indonesia emas lagi,” ujar Kak Seto, Senin, 3 Februari 2025.
Pemerintah sedang menyiapkan regulasi perlindungan anak di dunia digital. Salah satu poinnya adalah pembatasan penggunaan media sosial untuk anak-anak. Regulasi ini rencananya diterbitkan dalam satu hingga dua bulan ke depan.
Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak yang dibentuk Kementerian Komunikasi dan Digital akan berfokus pada tiga hal, yakni penguatan regulasi, literasi digital, dan keberlanjutan upaya penegakan hukum.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar Atip Latipulhayat mengatakan pembatasan media sosial berdasarkan usia merupakan pendekatan paling rasional untuk menyelesaikan masalah kecanduan Internet pada anak.
Regulasi itu akan mengatur batasan akses media sosial pada anak berdasarkan kelompok usia tertentu. Ia mencontohkan, anak umur 1-6 tahun akan dilarang mengakses media sosial sama sekali.
Namun, untuk kelompok anak usia 7-10 tahun, akses diberikan dengan catatan pengawasan harus dilakukan oleh orang tua. "Pengaturan seperti ini tentunya harus melibatkan teknologi, mengingat obyek pengaturannya adalah aktivitas yang berbasis teknologi," kata Atip melalui pesan pendek kepada Tempo, 3 Januari 2025.
Anak-anak bermain games di Sukoharjo, Jawa Tengah, 20 Maret 2024. Shutterstock
Dihubungi secara terpisah, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengatakan, jika regulasi diterapkan dengan baik, pemerintah dapat menciptakan lingkungan digital yang bisa memberikan perlindungan anak.
Regulasi pembatasan medsos mau tidak mau harus mulai dibuat oleh pemerintah, terutama dalam menghadapi perkembangan ekosistem digital yang makin pesat. “Saat ini anak-anak sudah mengenal Internet sejak usia dini, tapi sering kali tanpa perlindungan yang memadai,” tutur Veronica lewat jawaban tertulis, Senin, 3 Februari 2025. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo