Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Dirut RSHS Ungkap Cara Dokter Priguna Dapat Obat Bius

Pengawasan obat-obatan anestesi di RSHS dilakukan oleh Departemen Farmasi dengan sistem pencatatan berlapis.

21 April 2025 | 17.16 WIB

Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi memberikan keterangan pers kasus pemerkosaan Dokter PPDS UNPAD di RSHS Bandung di Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Ilham Balindra
Perbesar
Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi memberikan keterangan pers kasus pemerkosaan Dokter PPDS UNPAD di RSHS Bandung di Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual, Priguna Anugerah, mencuri sisa obat bius untuk melancarkan aksinya. Obat bius yang digunakan setiap dokter, kata Rachim, semestinya tercatat dengan baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Diambil satu, lalu dikembalikan lagi (ampulnya),” kata Rachim saat ditemui di gedung Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 21 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia juga mengatakan tindakan yang dilakukan oleh tersangka di luar kendali dan pengawasan pihak rumah sakit. Rachim juga menuturkan selama ini tidak pernah ada masalah soal tata kelola obat bius di rumah sakit yang ia pimpin. Sebab, sudah ada SOP dan prosedur ketat yang berlaku.

“Obat itu mestinya digunakan berapa, tapi ternyata dia ambil, sisa obatnya itu disimpan sendiri. Ini pelanggaran berat dan itu kriminal. Memang tidak terpantau, karena sisa obatnya tidak dikembalikan ke tempat semula,” kata Rachim.

Menurut Rachim, pengawasan obat-obatan anestesi di RSHS dilakukan oleh Departemen Farmasi dengan sistem pencatatan berlapis. Setiap obat bius hanya bisa diakses dengan kunci ganda dan harus dikembalikan dalam kondisi kosong atau sudah digunakan sepenuhnya, sebagai bukti pemakaian sesuai prosedur. Namun, dalam kasus ini, pelaku diduga menyimpan sisa obat untuk dipakai di luar prosedur medis. “Kalau dari farmasi diberikan satu ampul dan hanya digunakan sebagian, sisanya harus dibuang dan dilaporkan. Tapi ini tidak dikembalikan, langsung diambil dan disimpan sendiri,” ujarnya.

Rachim mengklaim sistem pengawasan sudah berjalan ketat di internal rumah sakit. Seluruh tindakan medis semestinya dilakukan dengan pendampingan perawat atau tenaga kesehatan lain, dan keluarga pasien diperbolehkan hadir jika dibutuhkan. Namun, ia tak menampik bahwa pelaku dengan sengaja mencurangi sistem demi melakukan tindak kejahatan. “Kami prihatin dan tentu mengevaluasi sistem,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Azhar Jaya menyatakan evaluasi terhadap sistem pengawasan layanan medis akan diperketat. Azhar juga menyebut bahwa struktur organisasi di unit tempat pelaku bekerja telah diganti, termasuk Ketua Staf Medik (KSM) yang bertanggung jawab.

Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengkritisi lemahnya pengawasan penggunaan obat bius di RSHS yang mengakibatkan seorang dokter residen PPDS dapat menggunakan obat bius tersebut untuk melakukan tindak kejahatan seksual.

Saat ini, Priguna masih menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah Jawa Barat. Polisi menyebut akan melakukan tes kejiwaan terhadapnya. Untuk korban, sejauh ini diketahui ada tiga korban yang telah melapor.

Dinda Shabrina

Lulusan Program Studi Jurnalistik Universitas Esa Unggul Jakarta pada 2019. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus