Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAMPAI akhir pekan lalu, Djoko Sudjatmiko (36 tahun) -- anggota
DPR dari Fraksi Karya Pembangunan-masih terus menjadi "bintang".
Itu berkat pernyataannya awal pekan lalu yang cukup
menggemparkan: niat menggunakan hak angket pada kasus Pertamina
saat ini dianggapnya manifestasi ketidakpercayaan pada
kepemimpinan Soeharto.
"Itu namanya sudah teror," kata Sabam Sirait dari F-PDI.
Pernyataan Djoko dianggap sekjen PDI ini sebagai usaha menjegal
suatu niat yang belum diwujudkan. Beberapa anggota F-PDI dan
F-PP bahkan menganggap ucapan itu sebagai usaha adu domba antara
parpol dan Presiden.
Misalnya yang disuarakan oleh Sjarkawie Basrie dari F-PP.
"Ucapan itu mengandung bisa yang ganas, mengundang pemecah belah
dan adu domba," ujarnya. Hak angket, kata anggota DPR ini,
adalah hak DPR. Melaksanakan angket bukan berarti praduga yang
jelek atau buruk sangka pada salah satu pihak. Menurut
Sjarkawie, lewat angket ini bisa diketahui dengan pasti apa
kesulitan dan kelemahan Pertamina, hingga DPR kemudian bisa
menyumbangkan pemikiran dan jalan keluarnya.
Ketua F-PP Nuddin Lubis menganggap pendapat Djoko Sudjatmiko
"kekanak-kanakan". Ujarnya "Masalah penggunaan hak angket kok
dikaitkan dengan manifestasi sikap tidak mempercayai
kepemimpinan Presiden Soeharto." Sambung Sabam Sirait: "Tidak
boleh ditafsirkan apriori bahwa penggunaan hak angket ini sama
dan sebangun anti pemerintah."
Kesan umum dari fraksi parpol - F-PDI dan F-PP -- adalah Djoko
berusaha mengalihkan topik pembicaraan dari masalah angket
menjadi masalah "tidak percaya pada Soeharto."
Reaksi dari yang membuat geger, Djoko Sudjatmiko, kalem saja.
"Dari pernyataan-pernyataan yang mengecam saya itu, semakin
jelas bahwa konstatasi saya benar: niat pengunaan hak angket
sekarang ini merupakan manifestasi ketidakpercayaan pada
Presiden Soeharto," ujarnya pekan lalu. Ia mendasarkan
pendapatnya ini pada komentar banyak anggota dari fraksi parpol
yang menganggap masih ada masalah-masalah dalam Pertamina yang
disembunyikan pemerintah. "Apa lagi itu namanya kalau bukan
tidak percaya," kata bekas pimpinan PMKRI dan KAMI Bandung tahun
1968 ini. Sikap Djoko ini rupanya didukung para rekannya di
F-KP.
Buntut
Akan angket itu sendiri, sampai pekan lalu masih anter suara
dari fraksi parpol untuk terus menggunakan hak angket dalam soal
Pertamina. Sekalipun jelas F-KP akan menolaknya, F-PDI dan F-PP
tetap bersikeras. Rupanya kedua fraksi ini menganggap sikap ini
tepat sebagai suatu langkah politis. "Kami tidak menghitung
menang atau kalah. Ini untuk rakyat. Dalam soal Pertamina harus
ada kejelasan, sedang jawaban pemerintah tidak lengkap. Dengan
adanya clearance ini, rakyat tidak akan curiga pada pemerintah
dan Pertamina," kata Sabam Sirait.
Namun walau suara-suara keras yang keluar, sikap kedua fraksi
parpol ini tampaknya berhati-hati. Hingga pelaksanaan angket
sendiri tampaknya masih akan memakan waktu lama. Kapan? "Masih
terus digodok," jawab Tengku Saleh dari F-PP Konsep usul
ternyata belum ada, bahkan pembicaraan antara kedua fraksi pun
belum dilakukan. "Yang penting di antara kami sudah ada niat
yang sama, " tutur Sabam.
Menurut Tengku Saleh, dalam taraf pertama ini sedang diusahakan
pendekatan dengan fraksi ABRI dan F-KP. "Agar pada waktunya
nanti, usulan kami ini bisa berjalan lancar," ujarnya. Kabarnya,
salah satu cara pendekatan yang dipakai adalah dengan berusaha
meyakinkan F-KP bahwa jawaban pemerintah 21 Mei lalu tidak
berbeda dengan penjelasan pemerintah sebelumnya.
Sikap F-KP, dan tentu saja juga F-ABRI, telah jelas bahwa
masalah Pertamina belum perlu diangket. Alasannya karena
pemerintah sendiri belum tutup buku mengenai masalah ini.
Melihat ini, tampaknya usul angket ini tidak akan bakal lolos.
Yang paling mungkin adalah terjadinya voting di DPR dengan hasil
ditolaknya usul ang ket ini, yang buat fraksi parpol bisa
merupakan suatu "demonstrasi sikap politik." Namun melihat sikap
F-PDI dan F-PP yang tidak tergesa-gesa, kejadian seperti itu
belum pasti akan terjadi. Tampaknya kedua fraksi ini masih
menunggu waktu yang tepat.
Sekalipun usul angket ini bisa diterima DPR, beberapa anggota
F-KP menyangsikan usaha ini akan dapat mengungkap kemelut
Pertamina. Alasannya: Masalah Pertamina tidak bisa dilepaskan
begitu saja dari masalah kekuasaan. "Saya sangsi apakah mereka
yang mengusulkan angket itu tahu bahwa usaha itu seperti
memegang buntut macan," komertar seorang anggota F-KP.
Buntut atau kepala, seorang pengusul angket itu menunjuk kembali
pada ucapan Ketua DPR Daryatmo, yang minta agar dilakukan
penyelidikan yang tuntas tentang Pertamina. Tapi barangkali pada
tahap ini, yang sudah diberikan pemerintah bisa dianggap
"tuntas" sudah .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo