Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat akan mengundang kelompok masyarakat sipil untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anggota Komisi Hukum DPR Masinton Pasaribu mengatakan, DPR ingin menghimpun masukan untuk evaluasi 14 pasal kontroversial RKUHP. Adapun evaluasi itu akan dilakukan pada Bagian Penjelasan RKUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Nanti akan dilakukan RDP dengan masyarakat, minta masukan, nanti akan dimasukkan dalam pasal penjelasan dalam 14 pasal tersebut," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 November 2019.
Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani sebelumnya menyampaikan hal senada. Arsul mengatakan, Komisi Hukum DPR saat ini tengah menyusun jadwal untuk bertemu sejumlah kelompok masyarakat.
"Bisa nanti bentuknya seminar, FGD, diskusi publik. Ini yang menurut bahasa Pak Herman Hery (Ketua Komisi Hukum DPR) sosialisasi," kata Arsul kemarin.
Meski begitu, Masinton dan Arsul senada membatasi perubahan RKUHP hanya pada Bagian Penjelasan. Dia pun mengaku tak setuju jika evaluasi itu menyangkut substansi pasal atau politik hukum. "Sementara Komisi tiga masih tetap, kami buka ruangnya di penjelasan," kata dia.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktarial mengkritik pembatasan ini. Agil menilai DPR tengah mencari akal saja untuk mengesahkan RKUHP yang sudah disepakati sebelumnya di tingkat I.
"Itu kan sebenernya akal-akalan dari DPR menutup ruang publik, agar pasal yang sudah disahkan itu tidak diubah, terutama pasal kontroversial ya," kata Agil kepada Tempo, Selasa, 5 November 2019.
Agil menjelaskan, penjelasan bukanlah norma hukum melainkan hanya sebagai tafsir resmi dari pembentuk undang-undang. Hal ini merujuk pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang belakangan direvisi menjadi UU Nomor 15 Tahun 2019.