Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

DPR Dukung Situs Penyebar Paham Anti-Pancasila Diblokir

Pemerintah harus berani menindak situs dan akun media sosial tersebut, tidak bisa dibiarkan begitu saja penyebaran paham yang intoleran.

12 Mei 2017 | 12.35 WIB

Meutya Hafid. TEMPO/Nickmatulhuda
Perbesar
Meutya Hafid. TEMPO/Nickmatulhuda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mendukung rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir situs-situs dan akun media sosial yang menyebarkan paham anti-Pancasila, tapi harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pemerintah harus berani menindak situs dan akun media sosial tersebut, tidak bisa dibiarkan begitu saja penyebaran paham yang intoleran," kata Meutya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, 12 Mei 2017. (Baca: NTT Antisipasi Masuknya Paham Radikalisme)

Dia menjelaskan, undang-undang dan aturan harus. Dia juga ingin demokrasi Indonesia tetap pada peraturan dan menjaga nilai-nilai Pancasila. Meutya mengingatkan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah mengatur secara tegas hukuman bagi penyebar informasi yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

Meutya menjelaskan, Pasal 45A Undang-Undang ITE menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan Indonesia merupakan negara yang demokratis. Pemerintah juga harus membuka ruang untuk pemilik situs-situs yang diblokir untuk melakukan klarifikasi dan bisa dibuka kembali kalau sudah memenuhi syarat larangan konten. (Baca: Kasus HTI, Soekarwo: Ormas Tak Berasaskan Pancasila Dilarang Saja)

Sementara itu, menurut dia, terkait dengan munculnya paham-paham anti-Pancasila, pemerintah perlu membuat berbagai program kebangsaan di kalangan pemuda, bahkan anak-anak, baik di sekolah, madrasah, maupun kampus.

"Menurut survei yang dilakukan PBNU tahun lalu, 4 persen pemuda Indonesia suka kepada ISIS, bahkan 37 persen menolak Pancasila. Pemerintah perlu membuat berbagai program kebangsaan di kalangan pemuda," tutur Meutya. (Baca: Yenny Wahid: 11 Juta Warga Siap Lakukan Tindakan Radikal)

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan penyebaran paham anti-Pancasila di media sosial bisa ditangkal dengan memblokir akun yang diduga menyebarkannya. Selain pemblokiran, Rudiantara mengatakan pemilik akun tersebut bisa dipidana dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Baca: Muhammad Al Fayyadl Berbagi Cara Deradikalisasi)

"Jika anti-Pancasila, terlepas dari apa pun, itu ada di Undang-Undang ITE," kata Rudiantara saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Rabu, 10 Mei 2017. Pertemuan Rudiantara dengan Wiranto merupakan tindak lanjut dari rencana pemerintah menyiapkan langkah pembubaran ormas yang memiliki pemahaman anti-Pancasila. 

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MC Nieke Indrietta Baiduri

MC Nieke Indrietta Baiduri

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus