Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Warga Mamuju, Sulawesi Barat setelah terjadi dua kali gempa bumi berturut-turut dalam dua hari terakhir.
Masyarakat memilih mengungsi ke lokasi pengungsian dibanding tidur di rumahnya masing-masing, kemarin malam.
Banyak pengungsi di Mamuju dan Majene yang terisolasi akibat jalan Trans Sulawesi terputus setelah gempa.
JAKARTA – Farhanuddin mengalami trauma atas lindu dua kali berturut-turut dalam dua hari terakhir. Gempa bumi tersebut membuat warga Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, itu memilih mengungsi ke tenda pengungsian milik pemerintah daerah, walau rumahnya tak ikut roboh karena guncangan hebat, kemarin. “Saya masih mengalami trauma atas gempa dinihari tadi,” kata Farhan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Farhan bergabung dengan warga Mamuju lainnya di lokasi pengungsian di Kecamatan Mamuju. Mereka berkerumun dalam sebuah tenda besar. Para pengungsi terpaksa mengabaikan penerapan protokol kesehatan dalam mencegah penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Meski sebagian pengungsi, termasuk Farhan, masih memakai masker, tak ada lagi kepatuhan menjaga jarak fisik. Ia mengakui kondisi itu disebabkan oleh tenda-tenda pengungsi yang masih sangat minim dibanding jumlah pengungsi. “Sekarang masyarakat masih takut pada gempa, sehingga memilih mengungsi di luar rumah,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Farhan tengah menjalani isolasi mandiri di kediamannya ketika lindu datang dua kali secara beruntun. Ia tertular virus corona pada awal bulan ini dan tengah dalam masa pemulihan. Farhan sudah lebih dari sepekan mengisolasi diri.
Gempa pertama dengan magnitudo 5,9 terjadi pada Kamis sore lalu. Sedangkan lindu kedua yang menguncang Mamuju terjadi pada Jumat dinihari.
Warga yang terluka akibat gempa bumi dirawat di luar Ruang Gawat Darurat, Mamuju, Sulawesi Barat, 15 Januari 2020. Dok Palang Merah Indonesia
Guncangan gempa kedua ini jauh lebih besar, dengan magnitudo 6,2. Ketika guncangan kedua itu terjadi, Farhan tengah tertidur pulas di rumahnya. Ia terbangun karena merasakan getaran yang sangat kuat. Pemuda berusia 44 tahun itu lantas berlari keluar rumah. “Saat gempa, lampu juga padam,” katanya.
Kondisi itulah yang diduga membuat banyak korban jiwa dan luka-luka. Gempa terjadi ketika mereka tertidur pulas di rumah masing-masing. Sesuai dengan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulawesi Barat, hingga kemarin malam, korban meninggal mencapai 42 orang, yang terbanyak di Mamuju.
Pusat gempa berada di daratan sekitar Kecamatan Tapalang, Mamuju, dan Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene. Warga Tapanglang, M. Jaya, yang tinggal tak jauh dari episentrum gempa, juga kaget saat merasakan guncangan hebat. Ia terbangun dari tempat tidurnya, lalu berusaha berlari keluar rumah sekencang-kencangnya dalam kondisi gelap gulita karena listrik padam. “Kepala saya sampai terbentur tiang rumah,” katanya.
Gempa ini membuat sebagian besar warga Mamuju panik, termasuk pasien di Rumah Sakit Regional Sulawesi Barat. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan bagi penderita Covid-19. Saat gempa, pasien corona juga berlarian keluar gedung rumah sakit.
Bangunan yang hancur pasca gempa di Mamuju, Sulawesi Barat, 15 Januari 2021. Reuters/Syahir Muhammad
Direktur Rumah Sakit Regional Mamuju, Indahwati, mengatakan gempa membuat beberapa bagian gedung rumah sakit rusak. Ia pun terpaksa mendirikan rumah sakit lapangan di dua lokasi karena pasien ataupun tenaga kesehatan khawatir akan terjadi gempa susulan. Rumah sakit lapangan pertama berada di masjid rumah sakit. Lokasi ini dikhususkan bagi pasien corona. Rumah sakit lapangan kedua dibangun di area terbuka tak jauh dari RS Regional. Tempat ini diperuntukkan bagi pasien umum. “Walau rumah sakit rusak, kami masih bisa melakukan pelayanan di rumah sakit lapangan,” kata Indahwati.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Barat, Muhammad Hatta, mengatakan kondisi pengungsi di beberapa kecamatan di Majene dan Mamuju sangat memprihatinkan. Ia mengetahuinya karena dia ikut berbaur dengan masyarakat di Kecamatan Tapalang. “Mereka mengungsi di daratan tinggi. Mereka sama sekali belum mendapat bantuan,” kata politikus NasDem itu.
Hatta tengah dalam perjalanan dari Polewali Mandar menuju Mamuju saat gempa terjadi. Gempa itu mengakibatkan tanah longsor di beberapa titik, sehingga membuat jalan Trans Sulawesi terputus. Kini ia bersama ratusan pengendara lainnya terisolasi di Tapalang. “Saat ini yang sangat dibutuhkan adalah membersihkan longsoran di jalan agar distribusi bantuan berjalan lancar,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo