Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Epidemiolog: Lomba Tekan Laju Covid Bagai Pisau Bermata Dua

Epidemilog menyebut ada sisi positif dan negatif dari lomba menekan laju Covid.

23 Juni 2020 | 16.02 WIB

Petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) menyemprotkan cairan disinfektan di mal Blok M Square, Jakarta, Selasa, 23 Juni 2020. Sterilisasi kawasan Blok M dengan melakukan penyemprotan disinfektan tersebut dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19 di era new normal atau masa PSBB transisi guna memberikan rasa aman bagi masyarakat. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) menyemprotkan cairan disinfektan di mal Blok M Square, Jakarta, Selasa, 23 Juni 2020. Sterilisasi kawasan Blok M dengan melakukan penyemprotan disinfektan tersebut dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19 di era new normal atau masa PSBB transisi guna memberikan rasa aman bagi masyarakat. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog kolabolator dari Koalisi LaporCovid, Iqbal Ridzi Fahdri, mengkritik rencana Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengadakan lomba menekan laju Covid bagi pemerintah daerah.

“Lomba tekan laju Covid-19 ini bagai pisau bermata dua,” kata Iqbal kepada Tempo, Selasa, 23 Juni 2020.

Iqbal mengatakan, lomba ini bisa mendorong pemerintah daerah berinovasi dan memiliki strategi untuk memaksimalkan protokol kesehatan, mendorong aparatur daerah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bekerja sama menurunkan penularan Covid-19.

Namun, muncul kekhawatiran adanya niat curang dalam mengakali jumlah kasus Covid-19 di daerah. Iqbal menyebutkan, di antaranya menurunkan orang dan jumlah spesimen yang diperiksa secara bertahap, meminimalkan pemeriksaan dengan PCR dan memperbanyak dengan rapid diagnostic test (RDT) saja.

Kekhawatiran lainnya adalah meminimalkan pelacakan orang yang kontak dengan penderita Covid-19, menurunkan catatan jumlah orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan secara perlahan. Kemudian menekan dinas kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk menutup data. Ada juga kekhawatiran pemda tidak mencatat ODP dan PDP yang meninggal.

Kalau pun lomba terpaksa diteruskan, Iqbal menyarankan agar tim penilai lomba inovasi itu harus independen, menggunakan indikator yang sensitif dan spesifik. “Beri penghargaan kepada daerah dengan jumlah pemeriksaan tertinggi terlebih dulu,” kata dia.

Menurut Iqbal, pemerintah pusat sebaiknya memantau ketat dan memaksimalkan protokol kesehatan. “Jangan hanya buat aturan tapi enggak dipantau dan dievaluasi.”

Pemerintah juga harus memperbanyak jumlah tes di daerah luar Jawa, melacak daerah-daerah yang rendah tesnya, dan mengerjakan hal yang prioritas serta menghindari kegiatan simbolis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus