Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

Gubernur Jawa Tengah Tak Setuju Anak Bermasalah Dikirim ke Barak Militer

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyebut kebijakan pendidikan ala militer yang ingin diterapkan Dedi Mulyadi tak akan diterapkan di Jawa Tengah.

1 Mei 2025 | 08.03 WIB

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dalam kegiatan sekolah antikorupsi yang diikuti kepala desa di Jawa Tengah di Gor Jatidiri, Semarang, 29 April 2025. Tempo/Budi Purwanto
Perbesar
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dalam kegiatan sekolah antikorupsi yang diikuti kepala desa di Jawa Tengah di Gor Jatidiri, Semarang, 29 April 2025. Tempo/Budi Purwanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi tidak setuju dengan rencana pengiriman anak yang dinilai bermasalah ke barak militer. Adapun rencana itu dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Luthfi menyebut kebijakan pendidikan ala militer tidak akan diterapkan bagi anak-anak di Jawa Tengah. Sebab, pemerintahannya telah menerapkan sistem pembinaan berdasarkan ketentuan undang-undang.

"Kalau anak di bawah umur kami kembalikan ke orang tuanya. Kalau anak-anak sudah di atas umur melakukan tindak pidana, kami sidik tuntas terkait dengan tindak pidananya," ujar Luthfi di Kompleks Parlemen DPR/MPR, Jakarta, pada Rabu, 30 April 2025.

Ia menjelaskan pembinaan terhadap anak yang tersandung kasus kriminal telah memiliki ketentuan. Misalnya, bagi anak di bawah umur, masih ada kewenangan pihak sekolah untuk mendidik dan guru bisa mengembalikan ke orang tua.

Sementara bagi anak yang sudah cukup umur dan di atas 18 tahun memiliki ketentuan lain. "Kami lakukan (jerat pasal tindak) pidana biar efek juga. Dan buktinya di Jawa Tengah mampu untuk mengatasi itu semua," tutur Luthfi.

Kendati begitu, ia mempersilakan Dedi Mulyadi untuk melanjutkan wacana tersebut. Bagi Luthfi, lebih penting untuk menerapkan aturan yang sudah ada dibandingkan menciptakan inovasi.

"Kan sudah ada aturan hukumnya kenapa harus mengarang-ngarang. Kami sih nggak usah, sesuai ketentuan aja," ujar mantan Kepala Polda Jawa Tengah itu.

Dedi Mulyadi sebelumnya menyatakan rencananya untuk menyerahkan anak-anak Kota Depok yang dianggapnya nakal ke institusi TNI dan Polri untuk dididik ala militer. Kebijakan ini, kata dia, akan diterapkan mulai Mei 2025. Ia berharap Wali Kota Depok Supian Suri bisa berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan militer setempat.

"Saya mau buat program, anak-anak yang nakal di rumahnya enggak mau sekolah, pengen jajan terus, balapan motor terus, sama orang tuanya melawan diserahin ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di komplek militer dan komplek polisi. Setuju enggak?" kata Dedi saat menghadiri acara HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025.

Menurut Dedi, ia akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan hingga satu tahun agar anak-anak yang dianggapnya berperilaku nakal dibina TNI dan Polri. "Nanti udah baik baru dibalikin ke orang tuanya," kata Dedi. Namun demikian, sejumlah pihak mengkritik rencana Dedi mengirim anak-anak ke barak militer. Menanggapi itu, Dedi mengatakan gagasannya adalah untuk mengubah paradigma anak-anak sekarang yang tidak kompetitif.

Ia mengatakan orang tua akan membuat surat pernyataan dan mengantar anaknya ke barak TNI untuk dibina. Ia memastikan anak tersebut tidak akan kehilangan status pelajarnya. Mereka akan tetap belajar seperti biasa. Hanya saja wajib mengubah pola hidup, misalnya, tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 04.00 WIB.

Kemudian, anak tersebut diajarkan disiplin seperti membereskan ruang tidur, sarapan, dan olahraga tepat waktu. Bahkan, kata Dedi, anak-anak tersebut akan diajarkan puasa Senin-Kamis atau mengaji bada magrib bagi yang muslim.

Sementara itu Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menilai usulan tersebut kurang tepat. Ia mengatakan kementeriannya sudah memiliki mekanisme yang baku untuk menangani anak-anak yang butuh bimbingan.

“Kami sudah punya mekanisme yaitu dengan guru-guru bimbingan konseling (BK). Jadi, untuk menangani persoalan, masalah-masalah yang berkaitan dengan siswa, termasuk di dalamnya yang disebut kenakalan siswa, itu ditangani oleh guru BK,” kata Atip kepada Tempo, Senin, 28 April 2025.

Atip mengatakan pendekatan yang tepat harusnya menggunakan pendekatan edukatif. Menurut dia, langkah mengirim anak yang bermasalah ke barak militer bukan menjadi solusi. “Nanti malah konotasinya kurang baik. Kok militerisasi di dalam pendidikan Indonesia?” ujarnya.

Menurut dia, sejauh ini guru bimbingan konseling sudah terlembaga dengan baik dan ada di setiap sekolah. Tugas guru-guru BK tersebutlah yang mestinya dimaksimalkan untuk membimbing siswa agar lebih terarah.

Dinda Shabrina dan Eka Yudha berkontribusi dalam penulisan artikel ini 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus