Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menuntut pejabat rektorat bertanggung jawab terhadap karut marutnya penanganan berbagai kasus kekerasan seksual. Mahasiswa protes dengan cara berkemah sebagai aksi damai di depan Balairung atau gedung rektorat pada Rabu, 14 Mei 2025.
Pilihan editor: Mengapa Kejaksaan Meminta Pengamanan kepada TNI, Bukan Polri
Mereka menuntut adanya reformasi di tubuh satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Aliansi mendesak Satgas PPKS transparan terhadap korban, mendengarkan suara korban, dan bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Mahasiswa juga menuntut pejabat rektorat untuk bersikap tegas menolak militerisme masuk kampus.
Mereka khawatir ketidaktegasan itu akan berujung pada intervensi militer dengan cara masuk kampus seperti kejadian di Universitas Udayana yang bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia. “Belum ada pernyataan tegas soal penolakan militerisme masuk kampus,” kata perwakilan aliansi, Halimah, kepada Tempo di Balairung pada Rabu, 14 Mei 2025.
Mahasiswa mengkritik pejabat rektorat yang lebih sibuk merespons kontroversi ijazah palsu mantan presiden, Joko Widodo, ketimbang persoalan krusial seperti kekerasan seksual, militerisme yang semakin menguat dan masuk kampus, serta biaya kuliah yang kian mahal.
Namun, saat hendak mendirikan kemah, petugas keamanan melarang mahasiswa di depan gedung rektorat dengan alasan atas perintah pejabat rektorat. Petugas berdalih Balairung harus steril karena sedang banyak kegiatan. Petugas meminta mahasiswa berkemah di depan Grha Sabha Pramana atau GSP Mahasiswa berupaya bernegosiasi untuk tetap bertahan di depan Balairung.
Adu mulut antar-mahasiswa dan petugas tak terhindarkan. Mereka tetap menembus petugas yang menghalangi. Mereka mengangkut perlengkapan kemah seperti besi dan terpal besar. Sebagian mahasiswa mengalami luka ringan di tangannya. Mereka berhasil memasang tenda berukuran besar yang bisa menampung puluhan mahasiswa di bawah guyuran hujan yang deras. Semula mereka menyiapkan empat tenda.
Mahasiswa memasang satu tenda jumbo yang bertuliskan pindahkan kelas bersama rakyat UGM full melawan. Puluhan mahasiswa bertahan di tenda dan menyalakan api unggun. “Kami akan terus bertahan hingga tuntutan kami dipenuhi. Kalau perlu berhari-hari sampai menang,” kata Halimah.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito menyebutkan aksi kemah Aliansi Mahasiswa UGM di depan gedung rektorat sore hari ini sebagai sikap kritis mahasiswa. Dia menyebutkan UGM berkomitmen menciptakan kampus yang aman dan nyaman dalam pembelajaran di kampus.
UGM berupaya menangani kekerasan seksual sesuai koridor aturan yang transparan, akuntabel, memegang prinsip keadilan, dan humanis. Ihwal situasi politik nasional, termasuk kekhawatiran munculnya gejala remiliterisasi, kata dia, merupakan hal yang wajar.
“Itu bagian dari sikap kritis mahasiswa dalam merespon masalah dengan perspektif mahasiswa,” kata Arie saat dihubungi pada Rabu, 14 Mei 2025.
Menurut dia, semua kalangan, termasuk mahasiswa sudah seharusnya memberikan perhatian serius terhadap situasi demokrasi agar tidak merosot. Apalagi goncangan ekonomi global dan risiko krisis ekonomi politik nasional juga bisa menimpa rakyat.
Arie mencontohkan banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja dan kemiskinan yang semakin terasa. Situasi itu berdampak terhadap kelompok rentan. “Pemerintah saya rasa perlu memberi perhatian serius soal itu,” kata Arie.
Pilihan editor: Banyak Jalur ke Bangku Kuliah Selain UTBK
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini