Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyindir orang-orang yang kerap menuding pemerintah sebagai antek asing tiap mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan negara lain. Padahal menurut Jokowi, terbuka terhadap kemajemukan bisa menjadi kunci memajukan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mencontohkan perubahan yang dialami oleh Uni Emirat Arab. Menurut dia, 40 tahun lalu UEA merupakan negara tertinggal tapi sekarang mampu berubah menjadi negara maju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Salah satu kunci utamanya keterbukaan dan toleransi," katanya saat meresmikan pembukaan Forum Titik Temu "Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan" di Hotel Double Tree Hilton, Cikini, Jakarta, Rabu, 18 September 2019.
Ia menuturkan, UEA mau membuka pintu bagi pihak asing dengan mengundang para profesional dari seluruh dunia dan ditempatkan menjadi tenaga ahli atau pimpinan perusahaan sambil transfer pengetahuan ke penduduk mereka. "Di sini (Indonesia), baru ide, gagasan, gimana kalau tiga universitas kita pakai rektor asing. Baru bicara seperti itu sudah langsung Presiden Jokowi antek asing," ujarnya disambut gelak tawa hadirin.
Jokowi berujar isu kemajemukan bukan hanya isu sosial dan poltik. Penerimaan kemajemukan menjadi isu pembangunan eknonomi. Tanpa menerima kemajemukan, kata dia, suatu kelompok masyarakat akan jadi tertutup dan tidak berkembang.
Ia pun mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali ke semangat Bhineka Tunggal Ika, yakni mampu mengelola kemajemukan sambil merawat toleransi dan berani terbuka demi kemajuan bangsa.
Menurut Jokowi, di usia ke-74, Indonesia seharusnya sudah dewasa dalam mengelola segala perbedaan, termasuk membuka pintu bagi pihak asing. Jangan belum-belum (teriak) antek asing, antek aseng, itu yang namanya emosi keagamaan bukan cinta keagamaan," tuturnya.