Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Konflik Rempang Eco-city Berlajut, Giliran Nelayan Tradisional Tolak Investasi

Nelayan menyadari proyek tahap awal Rempang Eco-city yaitu pabrik kaca dari Cina akan merusak ekosistem laut. "

3 Oktober 2023 | 17.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Batam - Konflik Rempang Eco-city terus berlanjut. Saat ini penolakan tidak hanya datang dari warga kampung tua asli yang terdampak relokasi, namun juga dari nelayan di sekitar pulau-pulau kecil di Rempang. Penolakan dari nelayan baru muncul setelah dilaksanakan konsultasi publik Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) oleh BP Batam pada 30 September 2023 lalu di Kantor Camat Galang, Pulau Rempang, Kota Batam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nelayan menyadari proyek tahap awal Rempang Eco-city yaitu pabrik kaca dari Cina akan merusak ekosistem laut. "Sebelumnya kami tidak ada dapat sosialisasi dari rencana pembangunan Rempang Eco-city ini, selama ini yang diributkan soal darat saja," kata Dorman salah seorang nelayan Pulau Mubut, yang berada empat kilometer dari Pulau Rempang, Selasa, 3 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Undangan konsultasi publik soal Amdal ini, kata Dorman, diterima satu hari menjelang acara. Dari konsultasi itu nelayan mengetahui laut mereka akan terdampak pemabangunan proyek strategis nasional yang disebut Rempang Eco-city itu. "Sosialisasi seperti mendadak gitu," katanya. 

Setelah megikuti acara konsultasi publik soal Amdal tersebut, Dorman mengatakan pesisir Pulau Mubut yang masuk dalam Kelurahan Karas terdampak dari pembangunan Rempang Eco-city. Dampak pertama terkait dengan pembangunan pelabuhan bongkar muat yang berada di pesisir Kampung Pasir Merah, Sembulang, Pulau Rempang. Pesisir ini berhadapan langsung dengan Pulau Mubut. 

"Inilah, laut di antara pesisir Pasir Merah dan Pulau Mubut ini menjadi lokasi kami memancing," kata Dorman sambil menunjukkan peta pembangunan pabrik kaca yang didapatkan Dorman ketika menghadiri konsultati publik Amdal tersebut.  

Dorman mengatakan, perairan lokasi mereka melaut tersebut dalamnya hanya sekitar lima meter. Jika akan dibangun pelabuhan, tentu akan ada pengerukan pasir dan reklamasi. "Otomatis dampaknya pasti kepada kondisi laut, karang rusak, ikan hilang, udang juga akan hilang," kata pria 43 tahun itu.

Padahal, karang itu menjadi tempat pemijahan biota laut. Ketika terumbu karang rusak, maka nelayan akan terancam. "Kami bukan nelayan luar, nelayan asli sini," kata nelayan yang juga merupakan Kelompok Masyarakat Pengawas (Poksmaswas) Sumber Daya Laut Perikanan Wilayah Perairan Pulau Mubut dan sekitarnya.

Nelayan di Pulau Mubut melaut mengunakan alat tangkap bubu, jaring, dan lainnya. Pada sore hari nelayan memasang alat tersebut sepanjang perairan, setelah itu pada pagi hari jaring diambil. "Disini hasil tangkapan udang, rajungan, ikan, yang memasok restoran seafood di Kota Batam," katanya. Dalam satu hari nelayan bisa mendapatkan penghasilan Rp 150- Rp 200 ribu. 

Selanjutnya, Terancam Merusak Konservasi Laut...

Terancam Merusak Konservasi Laut 

Nelayan Pulau Mubut juga khawatir akan kerusakan kawasan konservasi laut yang terdapat di pulau mereka. Kawasan konservasi tersebut berada tidak jauh dari pesisir Sembulang yang menjadi lokasi utama pembangunan Rempang Eco-city. 

"Di kawasan konservasi masih banyak ikan duyung (dugong), penyu hingga lumba-lumba, tugas kami menjaga itu semua, ini kalau dilihat dari rencana proyek akan terdampak," katanya. 

Dorman melanjutkan, saat ini setelah sosialisasi konsultasi publik Amdal beberapa hari lalu membuat nelayan risau dengan adanya proyek Rempang Eco-city. "Terutama kerusakan laut yang terjadi nanti, kami merasa risau," katanya. 

Dorman mengatakan  daerah tangkap nelayan di Pulau Mubut sangat kecil. "Kami takut mata pencarian kami akan hilang, sampai saat ini kami menolak rencana pembangunan ini," katanya. 

"Setelah pembahasan itu, kami terdampak, tentu kami menolak keras, lebih banyak mudarat dari manfaat," ujarnya.

Dorman juga khawatir kala pesisir Sembulang berubah menjadi pelabuhan besar. Nelayan, biasanya melalui pelabuhan rakyat di Sembulang untuk mengirim hasil tangkapan ke Batam. "Ketika Sembulang ini berubah menjadi pelabuhan, kami akan kehilangan arah, kemana kami akan mengirim barang kami, padahal kami sebagai pemasok, sebagai barnag-barang hidup di restoran Kota Batam," katanya. 

Dorman berharap pemerintah mengkaji dengan seksama, menyikapi dampak yang terjadi kepada nelayan. "Jika ini terjadi tidak tertutup kemungkinan, kami akan kehilangan mata pencarian," ujarnya.

Begitu juga yang dikatakan Adi Sambrani nelayan sekaligus pengepul hasil tangkapan nelayan di sekitarapan Pulau Mubut. Adi khawatir, proyek Rempang Eco-city akan membuat hasil tangkapan berkurang. "Dulu sebelah sana kami terdampak bouksit di Bintan, sekarang juga terdampak Rempang Eco-city ini," kata Adi. 

Sampai saat ini ia menegaskan, nelayan di Pulau Mubut masih sepakat menolak proyek Rempang Eco-city karena dalam Amdalnya akan berdampak terhadap kerusakan laut nelayan. "Kami berharap pemerintah mengkaji ulang lagi, sekarang tidak hanya berdampak ke rumah warga kampung di darat, tetapi juga berdampak kepada kami yang mencari ikan dilaut," kata Adi saat di temui di Pelabuhan Pasir Merah, Sembulang, Pulau Rempang. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus