Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pekan lalu, pada 25 - 27 Oktober 2022, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama alias PBNU menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional ke-IX. Dalam rapat ini, NU memberikan rekomendasi pada pemerintah agar melarang penyebaran paham Wahabi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah," bunyi rekomendasi tersebut seperti dikutip dari situs Media IPNU.
A. Wahabi Takfiri Sebabkan Permusuhan dan Ekstremisme
Dikutip dari Tempo, Ketua PBNU Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrurrozi, menjelaskan bahwa paham Wahabi yang dimaksud adalah Wahabi garis keras atau takfiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam hal ini, takfiri merupakan tindakan mengafirkan kelompok lain ataupun kelompok seagama sebab perbedaan pandangan atau penafsiran dalil.
Situs NU menyebut bahwa paham seperti ini berpotensi menyulut permusuhan dan menyuburkan ekstremisme.
“Wahabi takfiri itu menjadi awal gerakan radikal ISIS yang merusak hubungan sesama muslim. Mereka menganut paham kawan (dan) lawan terhadap kelompok lain, dan tidak mau menerima perbedaan pandangan atau kebenaran pihak di luar kelompoknya,” kata Fahrurrozi kepada Tempo pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Dikutip dari situs Media IPNU, rekomendasi pelarangan tersebut karena paham Wahabi sering melontarkan tudingan bidah dan kafir sehingga berpotensi mengarah pada perpecahan dan terorisme.
"Bahwa pada masyarakat muslim akar rumput kerap terjadi perdebatan, tudingan bid'ah, bahkan pengafiran atas tradisi keagamaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam oleh kelompok Islam yang mengikuti paham Wahabiyah," kata Fahrurrozi menambahkan.
B. LD PBNU Ingatkan Pemerintah soal Substansi Ceramah di Perkantoran
Dorongan LD PBNU kepada pemerintah untuk melarang penyebaran paham Wahabi turut diiringi dengan peringatan soal sejumlah isi ceramah di perkantoran pemerintah yang kerap bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan moderasi agama.
Mengutip situs resmi NU, eks Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan soal dua sisi ekstremisme beragama yang perlu dimoderasi
Pertama, kelompok agama yang terlalu tekstualis dan hanya bertumpu pada teks dengan mengabaikan konteks. Kedua adalah kelompok ekstremis liberal yang bebas tanpa batas dengan mengedepankan konteks hingga tercerabut dari teks. “Dua ekstremitas (ekstremisme) itulah yang ingin dimoderasi. Jadi yang dimoderasi itu cara kita beragamanya, bukan agamanya,” ujar Lukman
Demikian bedah kasus penolakan paham wahabi yang kini subur di Tanah Air
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga : Lembaga Dakwah PBNU Sarankan Pemerintah Larang Wahabi, Apa Itu Paham Wahabi.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.