Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta- Calon wakil presiden nomor urut 03 Mahfud Md merespons pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyatakan bahwa presiden boleh memihak dan kampanye dalam Pemilu 2024 asal tidak menggunakan fasilitas negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ya tidak apa apa kalau Presiden sudah mengatakan itu, ya silahkan saja (berkampanye)," kata Mahfud usai menggelar pertemuan dengan ribuan santri di Pondok Pesantren Annur Bantul Yogyakarta, Rabu, 24 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pasangan dari Ganjar Pranowo itu menuturkan untuk soal apakah presiden ikut berkampanye dan memihak melanggar aturan atau tidak, dia meminta untuk menanyakan kepada lembaga negara lain yang bisa menjelaskan.
"Bisa ditanyakan ke bagian hukum Sekretariat Presiden soal aturannya," kata Mahfud.
Yang jelas, Mahfud sendiri merasa tak terganggu bila presiden yang juga bapak dari cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka itu benar benar akan ikut berkampanye.
"Kalau mau ikut (kampanye) ya terserah, silahkan," kata dia.
Ditanya apakah pernyataan Jokowi itu akan memperkeruh suasana menjelang Pemilu 2024 pada Februari nanti, Mahfud menepisnya. "Kalau saya tidak merasa keruh tuh, malah sejuk di sini (pondok pesantren)," kata Mahfud.
Adapun Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK Fh UII) Dian Kus Pratiwi menyoroti sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menyatakan bahwa Presiden bisa memihak dan ikut kampanye dalam Pemilu 2024 asal tidak menggunakan fasilitas negara.
Dian mengatakan pernyataan dan sikap Jokowi itu telah memperkeruh suasana jelang pelaksanaan Pemilu. "Pernyataan itu telah memperkeruh dan membuat gaduh suasana kampanye yang sebenarnya sudah berjalan secara relatif demokratis selama akhir 2023 hingga menjelang Februari 2024 ini," kata Dian pada Rabu, 24 Januari 2024.
Dian menuturkan, meski Jokowi mengatakan presiden bisa kampanye sepanjang tak memakai fasilitas negara, hal itu adalah salah kaprah.
"Betapa sulitnya memisahkan fakta antara figur seorang Jokowi sebagai personal individu yang tetap memiliki hak berpolitik dan sebagai presiden yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dan pelayanan publik sehingga dibatasi kekuasaannya termasuk hak politiknya," imbuh dia.