Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tanggal 18 November diperingati sebagai hari lahir Muhammadiyah. Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah terkenal dengan corak pembaharuan dan modernisasi. Corak tersebut tidak terlepas dari landasan teologis yang mendasari arah gerak Muhammadiyah selama ini, yakni teologi Al-Maun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teologi Al-Maun diajarkan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, pada abad ke-20 ketika baru pertama kali didirikan. Dikutip dari SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar’i, pada dasarnya, teologi Al-Maun yang diajarkan KH Ahmad Dahlan berisi tuntutan supaya umat Islam tidak hanya berhenti pada praktik-praktik ritual keagamaan saja dalam menjalankan syariat agama, tetapi juga melakukan berbagai kegiatan amal sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai dengan namanya, teologi Al-Maun berakar dari tafsir terhadap intisari Surah Al-Maun. Dilansir dari journal.uinjkt.ac.id, Surah Al-Maun mengajarkan umat Islam untuk selalu berbuat amal sosial. Bahkan, Surah Al-Maun dengan tegas menyebut bahwa mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai pendusta agama.
Selain itu, Surah Al-Maun juga menegaskan bahwa praktik-praktik ritual keagamaan menjadi tidak berarti apabila para pelakunya memilih untuk berdiam diri apabila melihat masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Teologi Al-Maun kemudian diterjemahkan menjadi pilar-pilar kerja Muhammadiyah. Berdasarkan teologi Al-Ma’un, Muhammadiyah menetapkan tiga pilar kerja, yakni kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Masih dikutip dari SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar’i, teologi Al-Maun yang diterjemahkan menjadi tiga pilar kerja tersebut diklaim merupakan salah satu faktor yang membuat Muhammadiyah masih terus eksis hingga saat ini dengan ribuan sekolah, rumah sakit, dan lembaga pelayanan sosial lainnya.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id, Mochammad Maksum, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, mengungkapkan teologi Al-Maun KH Ahmad Dahlan semakin kontekstual apabila diterapkan pada era saat ini. Menurut dia, dalam pemikiran teologi Al-Maun, orang yang tidak memberi makan orang miskin saja celaka, apalagi orang yang merampas kedaulatan, keadilan dan hak-hak orang-orang kecil.
BANGKIT ADHI WIGUNA