Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK yang gembira dengan susunan keanggotaan Dewan
Pertimbangan Agung yang baru. "DPA yang baru ini pasti akan
lebih 'hidup'," ramal seorang pengamat. Ia menunjuk kehadiran
tokoh-tokoh seperti Ali Moertopo, G. Sugiharto, Sabam Sirait
dalam DPA periode 1983-1988 yang dilantik Selasa lalu.
Ketiga tokoh itu selama ini memang dikenal terbuka dan gampang
ditemui para wartawan. Mereka termasuk muka baru, dalam susunan
DPA baru ini.
Pimpinan DPA yang baru ini ternyata tak meleset dari ramalan
yang sebelumnya banyak beredar. Ketua: M. Panggabean, dengan
wakil Ali Moertopo (ABRI), Sapardjo (Golkar), Soenawar Sukowati
(PDI), dan John Naro (PPP).
Di antara 40 anggota DPA baru ini terdapat empat orang lagi
bekas menteri Kabinet Pembangunan III: Daoed Joesoef, A.R.
Soehoed, Harun Zein dan Soedarsono Hadisapoetro. Purnawirawan
ABRI juga cukup kuat diwakili dengan kehadiran eks KSAD Widodo
dan Makmun Murod, eks KSAU Saleh Basarah, Piet Haryono, Slamet
Danusudirdjo, Achmad Lamo, Syarief Thayeb, Awaluddin Djamin dan
Mashudi.
Jika dalam DPA sebelumnya Harry Tjan Silalahi, 49 tahun, dari
CSIS, merupakan anggota termuda, kini generasi "muda" diwakili
oleh tokoh yang sebaya seperti bekas anggota DPR Soerjadi, 44
tahun, Sabam Sirait, 46 tahun (keduanya dari PDI) dan Barlianta
Harahap (PPP). Satu-satunya wanita dalam DPA baru adalah Zakiah
Daradjad.
Banyak yang selama ini menganggap DPA sebagai "tempat
penampungan" orang-orang tersisih. Bekas Ketua DPA Idham Chalid
menolak anggapan ini. Ia menyebut dewan yang pernah dipimpinnya
"tempat orang-orang bijak bestari". Selama masa kepemimpinannya,
DPA menyampaikan 34 buah pertimbangan mengenai berbagai masalah
kepada Presiden. Tidak jelas apakah pertimbangan itu diterima
dan dipakai Presiden. Namun, dalam pidato pertanggungjawaban di
depan SU MPR I Maret lalu, Presiden memuji DPA yang "telah
menjalankan tugas konstitusionalnya dengan penuh dinamika."
Pertimbangan yang diberikan DPA, "telah menambah bahan pemikiran
yang sangat berharga bagi Kepala Negara dalam mengemudikan
negara," kata Presiden Soeharto.
Para anggota DPA baru ini tampaknya menerima tugasnya dengan
bersemangat. Soerjadi, misalnya, berharap agar DPA bisa
melakukan hal yang diinginkan masyarakat. "Misalnya memberikan
sumbangan pikiran atau nasihat yang bersifat membantu
pengawasan," ujarnya.
G. Sugiharto, 54 tahun, setuju. "DPA juga harus berani. Suatu
saat harus berani mengambil sikap take it or leave it seperti
zaman Pak Wilopo dulu," katanya. "Soal diterima atau tidak itu
sepenuhnya terserah Presiden," lanjutnya.
Buat Widodo, 57 tahun, anggota DPA dianggapnya harus punya
pikiran yang jauh lebih ke depan. "Tidak bisa dong nasihat kita
malah berada di belakang yang dinasihati. Selain itu sasarannya
harus konstruktif, tidak cengeng," kata bekas KSAD itu. Ia baru
menerima pemberitahuan pengangkatannya Sabtu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo