Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden Prabowo Subianto bicara blak-blakan mengenai sikapnya terhadap Uni Eropa, yang bersengketa dengan Indonesia dalam beberapa kasus. Ia mengingatkan dunia saat ini telah berubah, dan Barat tidak lagi memegang kendali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Prabowo menyampaikan pandangan itu saat sesi tanya jawab usai pidato mengenai arah politik luar negerinya di Gedung Centre for Strategic and International Studies, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin, 13 November 2023. Ia menjawab pertanyaan dari Duta Besar Italia untuk Indonesia Benedetto Latteri soal sikap Indonesia terhadap Uni Eropa di bawah kepemimpinannya kelak terpilih dalam Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Prabowo mengatakan ia tak menyangkal mengagumi pencapaian peradaban Barat selama berabad-abad serta nilai-nilai yang dijunjungnya seperti keadilan, persamaan di depan hukum hingga hak asasi manusia. Namun dia khawatir Barat menerapkan standar yang berbeda yang menjadi kekhawatiran negara-negara berkembang.
“Anda akan tetap kuat, tetap kaya, tapi seperti Pak Hassan Wirajuda katakan there’s a shift in the world,” kata Prabowo, menjawab pertanyaan itu dalam Bahasa Inggris. “Sekarang kami (Indonesia) tak begitu butuh lagi Uni Eropa.”
Prabowo menyatakan apa yang disampaikannya itu hanya pengingat sebagai teman. Pesan yang dikirim Tempo pada Senin, pukul 19.00 WIB kepada Humas Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta untuk meminta komentar mengenai pernyataan Prabowo, belum mendapat balasan.
Uni Eropa dan Indonesia mengalami hubungan diplomatik yang pasang surut dalam beberapa waktu terakhir karena kerap terlibat sengketa, seperti kasus gugatan blok Benua Biru di World Trade Organization atas larangan ekspor Jakarta atas Bijih Nikel pada 2020. Uni Eropa memberlakukan larangan impor atas komoditas minyak sawit Indonesia karena standar deforestasi yang diberlakukannya.
Uni Eropa, Indonesia, dan negara tetangga Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, telah membentuk satuan tugas untuk membahas undang-undang tersebut. Hingga pelarangan diberlakukan, Uni Eropa merupakan pembeli minyak sawit Indonesia terbesar ketiga.
“Kami membuka pasar kami untuk Anda,” kata Prabowo, mengutip kendaraan Mercedes Benz dan Volkswagen sebagai contohnya. “Tetapi Anda tidak mengizinkan kami menjual minyak sawit, dan sekarang kami menghadapi masalah dalam mencoba menjual kopi, teh, kakao."
"Saya tidak ingin proteksionisme, saya ingin kesetaraan," kata Prabowo.
Indonesia adalah produsen utama kopi, coklat, karet dan produk kayu dan sekitar 6 miliar euro atau sekitar Rp 100 Triliun dari ekspor tahunannya akan terkena dampak undang-undang deforestasi UE, seperti data yang dilansir Reuters.
Dalam pidato yang digelar think-tank CSIS, Prabowo menyatakan menyebut orientasi kebijakan luar negerinya adalah good neighbor policy – menjadi tetangga yang baik bagi negara-negara di kawasan dengan fokus pada ekonomi. Menurutnya posisi strategis Indonesia akan menguntungkan tidak hanya Asia tenggara tetapi regional lain.
“Kompetisi tidak harus didegradasi kepada zero sum game,” kata Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai menteri pertahanan. “Kolaborasi dibutuhkan di dunia yang kecil ini, bukan konflik.”
Menurut Prabowo, Indonesia di bawah kepemimpinannya akan tetap menghargai semua kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Cina, yang berebut pengaruh secara geopolitik dan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. “Seribu kawan sedikit, satu terlalu lawan banyak,” katanya.
“Kita ingin jadi tetangga baik bagi seluruh tetangga di kawasan kita, kita butuh suasana yang damai. Kita butuh suasana yang menguntungkan, kita butuh ekonomi kita baik,” kata Prabowo.