Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo menyampaikan gagasan 'Manggarai Berselawat' hanya salah satu cara untuk mengatasi masalah tawuran di ibu kota. Pramono sebelumnya menyampaikan wacana menggelar selawat di daerah Manggarai, Jakarta Selatan sebagai sarana mencegah tawuran yang kerap terjadi di kawasan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Akar Masalah Mahalnya Uang Pangkal Kampus Negeri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pramono mengklarifikasi anggapan bahwa dirinya mewajibkan orang-orang yang tawuran untuk berselawat. "Saya tidak mendikotomikan persoalan orang berantem harus berselawat," kata Pramono di Kalijodo, Jakarta pada Jumat, 16 Mei 2025.
Menurut dia, program berselawat adalah salah satu pendekatan yang dia ambil untuk mengatasi tawuran. Pendekatan itu, kata Pramono, termasuk dalam pendekatan aspek keagamaan yang juga memiliki berbagai metode.
Selain aspek keagamaan, Pramono berujar dirinya juga akan melakukan pendekatan lainnya untuk mengatasi masalah tawuran. "Termasuk membuka tempat dan ruang untuk orang berolahraga sebanyak mungkin," ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Pramono berujar pemerintah juga akan mengupayakan membuka lapangan kerja baru di Jakarta untuk mencegah tawuran. "Itu menurut saya solusinya lebih pasti," ujar dia.
Pramono sebelumnya menyampaikan gagasannya untuk menggelar 'Manggarai Berselawat' pada Selasa, 13 Mei 2025. Wacana itu dia sampaikan sekitar satu pekan setelah kasus tawuran kembali terjadi di daerah Manggarai.
Adapun tawuran pecah di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Ahad malam, 4 Mei 2025. Peristiwa bentrok antarwarga Jakarta itu sudah sering terjadi di bilangan wilayah tersebut. Berdasarkan penelusuran Tempo, tawuran Manggarai memang nyaris terjadi saban tahun.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal, tawuran di kawasan Manggarai sudah membudaya sejak 1970-an. Ade mengatakan, penyulutnya beragam, tapi umumnya karena alasan sepele. Mulai dari masalah petasan, masalah tak sengaja bersenggolan di jalan, hingga masalah perempuan.
“Kalau dicari di Google kan itu sejak 1970. Ya kadang karena masalah kecil, masalah petasan, masalah senggolan, kadang masalah cewek,” kata Ade kepada awak media, Jumat, 9 Mei 2025.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Rupa-rupa Bursa Calon Ketua Umum PSI Lewat Pemilu Raya