Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Pengerahan TNI untuk Amankan Kejaksaan Memicu Pro-Kontra

Surat Panglima TNI yang memerintahkan pengerahan prajurit TNI untuk membantu pengamanan Kejati dan Kejari langsung menuai polemik.

16 Mei 2025 | 19.31 WIB

Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung RI. (ANTARA/HO)
Perbesar
Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung RI. (ANTARA/HO)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Surat Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto bertanggal 5 Mei 2025 yang memerintahkan pengerahan prajurit TNI untuk membantu pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia menuai respons beragam dari kalangan masyarakat sipil dan pengamat keamanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa pengerahan ini merupakan bentuk kerja sama antara Kejaksaan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Bentuk dukungan TNI ke kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya,” kata Harli melalui pesan pendek kepada Tempo pada Ahad, 11 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Instruksi ini ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak melalui surat kepada para Pangdam, yang berisi rencana pengerahan satu peleton (sekitar 30 personel) untuk tiap Kejati dan satu regu (sekitar 10 personel) untuk tiap Kejari. KSAD juga menginstruksikan Satpur dan Satbanpur untuk menyiapkan personel sesuai kebutuhan dan berkoordinasi dengan matra lain jika diperlukan.

Mabes TNI: Sesuai Ketentuan dan MoU Resmi

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa pengerahan ini dilakukan berdasarkan Nota Kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan dengan nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023. Kesepakatan itu mencakup delapan lingkup kerja sama, termasuk penugasan prajurit di lingkungan kejaksaan, pelatihan bersama, hingga pertukaran informasi hukum.

Kristomei mengatakan TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergitas antarlembaga. Dia menegaskan pengerahan surat telegram tersebut merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif. “Sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya,” katanya.

Brigjen TNI Wahyu Yudhayana dari Dinas Penerangan TNI AD menambahkan bahwa surat dari Panglima merupakan surat biasa yang berisi perintah kerja sama pengamanan preventif yang rutin dilakukan. Menurutnya, jumlah personel yang disebutkan dalam surat adalah susunan nominatif, dan pelaksanaannya bersifat teknis dalam kelompok kecil dua hingga tiga orang per lokasi.

Respons dari Koalisi Masyarakat Sipil

Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang menilai pengerahan prajurit TNI ke lembaga penegak hukum sipil sebagai bentuk intervensi militer ke ranah sipil.

"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum," ujar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam keterangan pada Ahad, 11 Mei 2025.

Koalisi menilai langkah ini bertentangan dengan berbagai regulasi, termasuk UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI. Mereka juga menyoroti belum adanya regulasi teknis terkait perbantuan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP).

Lesperssi: Langgar Prinsip Reformasi dan Militerisasi Penegakan Hukum

Adapun pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, mengkritik langkah TNI yang dilibatkan dalam pengamanan kejaksaan. Dia menilai keterlibatan ini berpotensi menabrak prinsip-prinsip dasar reformasi sektor keamanan dan membuka ruang bagi militerisasi dalam penegakan hukum sipil.

Dia menuturkan tugas pokok TNI sesuai dengan UU TNI adalah menjaga kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dari ancaman militer. “Di luar itu, keterlibatan TNI hanya dimungkinkan melalui mekanisme Operasi Militer Selain Perang (OMSP), dan harus dengan keputusan politik negara seperti keputusan presiden,” ujar Beni pada Senin, 12 Mei 2025.

Setara Institute: Bertentangan dengan Konstitusi dan UU, Harus Dibatalkan

Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengecam keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang memerintahkan pengerahan pasukan untuk mendukung pengamanan kejaksaan di seluruh Indonesia. Dia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah undang-undang yang mengatur relasi militer dan institusi sipil.

“Surat Telegram Panglima TNI dan KSAD itu bertentangan dengan Konstitusi Negara dan peraturan perundang-undangan, terutama UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI. Panglima TNI dan KSAD hendaknya segera menarik dan membatalkan ST (surat telegram) tersebut,” kata Hendardi dalam pernyataannya pada Senin, 12 Mei 2025.

ISDS: Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan

Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) menyoroti kebijakan penugasan personel TNI dalam pengamanan kejaksaan. ISDS menilai kebijakan itu dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara militer dan aparat penegak hukum sipil.

“Kerja sama sipil-militer adalah hal yang baik dilakukan di negara mana pun. Akan tetapi, kerja sama tersebut, terutama di negara modern, membutuhkan pembagian tugas yang jelas,” ujar Co-Founder ISDS Dwi Sasongko melalui keterangan tertulis pada Senin, 12 Mei 2025.

Dwi menyoroti bahwa penugasan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) sebenarnya sudah diatur sebelumnya, dan menilai bahwa Surat Telegram Panglima TNI terkait penempatan personel TNI di kejaksaan tidak tepat. Ia menegaskan bahwa tugas TNI hanya mencakup Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), bukan pengamanan di kejaksaan.

Sapto Yunus, Amelia Rahima Sari, Dani Aswara, dan M. Raihan Muzzaki turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus