Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eko Kuntadhi, pegiat sosial media menuai kontroversi beberapa saat lalu. Hal itu tak lepas dari tindakannya yang menghina putri pengelola Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Ning Imaz pada sebuah kicauannya di Twitter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pondon Pesantren Lirboyo, Kediri ini merupakan salah satu ponpes ternama di Jawa Timur. Bagaimana profil Ponpes Lirboyo, tempat Ning Imaz mengabdi tersebut?
Sejarah Pondok Pesantren Lirboyo
Mengutip dari laman kel-lirboyo.kedirikota.go.id, awalnya Lirboyo merupakan nama sebuah desa terpencil yang terletak di Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur. Dahulu desa ini merupakan sarang penyamun dan perampok, hingga pada suatu ketika atas prakarsa Kyai Sholeh, seorang yang alim dari Desa Banjarmelati dan dirintis oleh salah satu menantunya yang bernama KH Abdul Karim, seorang ulama berasal dari Magelang, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo tidak bisa dipisahkan hubungannya dengan KH. Abdul Karim. Mulanya ia menetap di Desa Lirboyo sekitar 1910 tak lama berselang setelah kelahiran putri pertamanya yang bernama Hannah dari perkawinannya dengan Nyai Khodijah atau yang dikenal dengan nama Dlomroh, putri Kyai Sholeh Banjarmelati.
Kepindahan KH. Abdul Karim ke Desa Lirboyo dilatarbelakangi dorongan dari mertuanya yang pada saat itu menjadi seorang dai. Kyai Sholeh berharap dengan menetapnya KH Abdul Karim di Lirboyo, maka syiar Islam dapat lebih luas di sana.
Selain itu, atas permohonan kepala Desa Lirboyo kepada Kyai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di Desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram.
Hingga akhirnya harapan kepala desa menjadi kenyataan. Konon ketika pertama kali kyai Abdul Karim menetap di Lirboyo, tanah tersebut diadzani, saat itu juga semalaman penduduk Lirboyo tidak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Tiga puluh lima hari setelah menempati tanah wakaf tersebut, KH Abdul Karim mendirikan surau sederhana untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Perkembangan Ponpes Lirboyo Saat Ini
Dalam perjalanannya, Ponpes Lirboyo telah mengalami banyak lika liku hingga menjadi sebesar saat ini.
Dilansir dari situs resmi Pondok Pesantren Lirboyo, awal perkembangan ponpes ini menjadi pusat studi Islam sudah dimulai sejak puluhan tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan dalam peristiwa-peristiwa kemerdekaan, Pondok Pesantren Lirboyo ikut berperan dalam pergerakan perjuangan dengan mengirimkan santri-santrinya ke medan perang, seperti peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Santri pertama KH. Abdul Karim bernama Umar dari Madiun, selanjutnya tiba kembali siswa namanya Yusuf, Sahil, dan Somad dari Magelang. Seiring berjalannya waktu, Ponpes Lirboyo makin bertambah jumlah santrinya dan memulai dikenali oleh masyarakat baik di Kediri atau di luar Kediri.
Setelah tiga tahun dibangunnya pondok, atau bertepatan pada 1913, KH. Abdul karim mendirikan sebuah musala di area pondok dengan tujuan untuk fasilitas melaksanakan ibadah dan menuntut ilmu. Sampai sekarang ini musala itu masih tetap berdiri dengan masih menggunakan nama Mushola Lawang Songo, karena jumlah lawang atau pintu musala itu sejumlah sembilan.
Hingga kini, Pondok Pesantren Lirboyo selalu cetak kader-kader angkatan agama dan bangsa yang dalam beragam disiplin ilmu agama. Dengan menerapkan pengajaran salaf (tradisional) dengan mengharmonisasikan antara budaya dan modern, ponpes Lirboyo berhasil melahirkan para cendekiawan muslim.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.