Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bung Tomo menggunakan radio sebagai media orasi. Adalah Radio Pemberontakan yang ia gunakan untuk membakar semangat rakyat Indonesia, terutama arek-arek Suroboyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Radio Pemberontakan punya andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Lewat radio inilah kabar-kabar terkait kemerdekaan dan orasi Sutomo atau yang disebut dengan Bung Tomo mengudara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pidato Bung Tomo yang disiarkan lewat Radio Pemberontakan selalu ditunggu orang-orang. Sejarawan Rusdhy Husein, dilansir dari laman Tempo, Senin, 9 September 2015, mengatakan orang-orang bahkan menyemut di sekitar tiang-tiang pengeras suara yang tersebar di berbagai sudut Surabaya.
Dilansir dari buku "Peran Surabaya dalam Revolusi Nasional 1945", Radio Pemberontakan terletak di tengah kota Surabaya. Tepatnya di Jalan Mawar 10.
Modal pertama radio ini adalah pemancar radio kecil yang dibikin Hasan Basri, teman Bung Tomo yang memiliki bakat teknik. Pemancar kecil ini hanya mampu menjangkau area Surabaya.
Lewat Radio Surabaya, pidato Bung Tomo pertama kali berkumandang di Surabaya. Pidato itu mampu menarik perhatian rakyat Surabaya.
Sejak itulah ia mulai dikenal sebagai Bung Tomo. Radio Pemberontakan kemudian menggunakan pemancar yang lebih canggih merek RCA sehingga bisa menjangkau daerah lain.
Melalui pemancar radio ini pula Bung Tomo memompa semangat arek-arek Suroboyo dan rakyat daerah lain untuk melawan Sekutu. Tak terkecuali saat pertempuran 10 November 1945. Radio ini juga mengumandangkan pidato Bung Tomo.
Melalui radio ini pula, K'tut Tantri, seniman kelahiran Amerika, turut memperkenalkan dan mencari dukungan dunia internasional atas perjuangan rakyat Indonesia. Ia juga turut mengecam Sekutu dalam siaran berbahasa Inggrisnya.
Tak heran jika markas Radio Pemberontakan di Jalan Mawar menjadi sasaran amukan Sekutu lewat serangan bom dari udara. Bung Tomo akhirnya mengungsikan pemancar radionya ke Bangil.
Meski dalam pengungsian, Radio Pemberontakan tetap mengudara dan menyiarkan pidato Bung Tomo yang berapi-api. Dalam perkembangannya, pidatonya bahkan disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya, bahkan meluas ke RRI Malang, Solo, dan Yogyakarta.
Selepas revolusi, Radio Pemberontakan tetap mengudara sampai Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II pada 1947 sampai 1948.
AMELIA RAHIMA SARI