Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

KPAI: Pendidikan di Barak Militer Ala Dedi Mulyadi Berpotensi Langgar Prinsip Perlindungan Anak

KPAI mengkritik adanya stigma terhadap peserta program Gubernur Dedi Mulyadi yang dilabeli sebagai anak nakal atau anak bermasalah.

16 Mei 2025 | 10.57 WIB

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah (tengah) bersama sejumlah Komisioner KPAI dan perwakilan LBH saat audiensi dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024. Audiensi tersebut mengenai kasus  kematian Afif Maulana, remaja yang tewas diduga karena dianiaya oknum kepolisian. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah (tengah) bersama sejumlah Komisioner KPAI dan perwakilan LBH saat audiensi dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024. Audiensi tersebut mengenai kasus kematian Afif Maulana, remaja yang tewas diduga karena dianiaya oknum kepolisian. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menilai Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa yang dilaksanakan di barak militer berpotensi melanggar prinsip dasar perlindungan anak. Program itu dikenal luas sebagai bentuk “pendidikan barak militer bagi anak nakal”, dan dikembangkan atas inisiatif Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan program yang telah berjalan sejak 2 Mei 2025 ini harus dijalankan dengan menjunjung prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Ia mengkritik adanya stigma terhadap peserta program yang dilabeli sebagai "anak nakal" atau "anak bermasalah".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Salah satu bentuk pelanggaran tercermin dari praktik diskriminatif dan tidak dilibatkannya anak dalam proses. Ini berdampak pada tumbuh kembang mereka, serta berpotensi mengabaikan hak-hak anak lainnya,” kata Ai Maryati dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 16 Mei 2025.

Program Panca Waluya itu diketahui merupakan bagian dari implementasi Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan diatur melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Di dalamnya, anak-anak dengan perilaku khusus seperti terlibat tawuran, merokok, balapan motor, dan perilaku tidak terpuji lainnya, dibina secara khusus melalui kerja sama antara pemda, TNI, dan Polri.

KPAI melakukan kunjungan langsung ke lokasi pelaksanaan program di Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat. Tujuan kunjungan ini untuk memperoleh informasi lapangan secara akurat serta memastikan adanya mitigasi risiko pelanggaran hak anak.

Dalam pengawasan itu, KPAI berdialog dengan berbagai pihak, termasuk penyelenggara, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, DP3AKB, MKKS, MGBK, serta para peserta didik. KPAI juga menyebar instrumen pengawasan kepada 90 peserta, melakukan wawancara tertutup dengan anak-anak, dan mengamati langsung proses pelatihan dan aktivitas harian.

Ai Maryati menilai pendekatan pendidikan bergaya militer semacam ini hanya memberikan dampak sementara jika tidak didukung oleh ekosistem perlindungan anak yang memadai. “Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial sangat penting agar pendidikan karakter dapat tumbuh secara berkelanjutan dan tidak bersifat koersif,” ujarnya.

Dinda Shabrina

Lulusan Program Studi Jurnalistik Universitas Esa Unggul Jakarta. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus