Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI-HARI ini penting bagi Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara. Ia sedang mencalonkan diri menjadi Presiden International Labour Conference ke-78, yang berlangsung 5-22 Juni di Jenewa, Swiss. Sampai awal pekan ini, tampaknya peluang Cosmas untuk terpilih cukup besar. "Hampir tidak ada saingan, karena selama hampir setahun kita mengadakan lobi. Indonesia sudah 40 tahun menjadi anggota ILO, belum pernah menjadi pimpinan sidang," ujar Cosmas, yang kini sedang berada di Jenewa, lewat telepon internasional pada Didi Prambadi dari TEMPO. Berikut petikan wawancara tersebut: Ada kelompok aktivis buruh di Indonesia yang kecewa dengan pencalonan Anda sebagai Presiden ILC mengingat kondisi perburuhan Indonesia yang memprihatinkan. Kelompok buruh yang Anda katakan itu siapa? Karena kelompok buruh Indonesia, SPSI, sudah sejak semula mendukung. Tapi kalau yang Anda maksudkan kelompok H.J.C. Princen, apakah mereka representatif? Bahwasanya masih ada masalah perburuhan di Indonesia ya ... siapa yang mengatakan sudah habis? Masalah perburuhan yang timbul selama ini bukankah akibat peluang terlalu besar yang diberikan Pemerintah kepada investor asing hingga mereka bisa menekan buruh di sini? Saya kira konsepsinya bukan begitu. Memang kita masih menghadapi kondisi pengupahan yang perlu diperjuangkan untuk lebih baik. Kita pun sudah melakukan peningkatan upah minimum, dan ditargetkan pada akhir Pelita V nanti, upah buruh sama dengan kebutuhan fisik minimum. Tidak benar Pemerintah membiarkan para buruh ditekan oleh para penanam modal. Kalau ada yang mengatakan bahwa situasinya tidak menggembirakan semua pihak, itu pasti. Karena itulah saya menyebut tahun ini merupakan tahun pengupahan dan produktivitas. Indonesia masih memerlukan job creation. Kita harus membuka kemungkinan pengusaha itu memperluas usahanya. Bayangkan, setiap tahun ada 2,4 juta jiwa memerlukan pekerjaan. Salah satu daya tarik investor asing menanamkan modalnya adalah murahnya upah tenaga kerja. Faktor-faktor lain pun mendukung. Banyak pekerja yang mengeluh sebab tidak dapat membentuk SPSI di pabriknya. Padahal, dalam UU diperkenankan membentuk sebuah organisasi serikat pekerja, tetapi dalam SK Menteri, pembentukan organisasi harus minta izin pengusaha dulu. Lha kalau tak diberi izin oleh pengusaha bagaimana? Ya, memang demikianlah. Dari 25 ribu perusahaan yang seharus nya mempunyai SPSI, sekarang baru ada 10 ribu lebih. Ini berarti pekerjaan rumah kita cukup banyak. Kalau ada ide-ide baru, tolong diberikan input kepada pemerintah. Jika banyak serikat pekerja, seperti yang diinginkan H.J.C. Princen, mereka akan banyak disibukkan dengan dua atau tiga serikat pekerja, banyak gontok-gontokan, akhirnya mereka kembali ke zaman sebelum G30S-PKI, dan tak menimbulkan ketenangan kerja. Apakah Anda tak dapat menginstruksikan bahwa di setiap pabrik atau perusahaan hurus dibentuk SPSI? Hal itu ditentang oleh organisasi-organisasi buruh internasional. Jadi, kalau boleh saya andaikan, saya ini seperti memegang burung. Jika terlalu dilepas, dia terbang. Namun, sebaliknya, kalau terlalu dikekang, dia mati. Jadi, kita harus pandai-pandai menciptakan kondisi sehingga pengusaha memberi peluang berdirinya SPSI di tempatnya, dan tokoh-tokoh buruh di pabrik juga mau membentuk SPSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo