Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Setelah 63 Tahun Ki Hajar Dewantara Berpulang, ini Warisan Sang Tokoh Pendidikan

Ki Hajar Dewantara berpulang pada 26 April 1959, di usia 69 tahun. Berikut warisan nilai-nilai yang ditinggalkan tokoh pendidikan ini.

26 April 2022 | 17.17 WIB

Calon peserta didik melintas di depan mural Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 70 Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020. Hari ini merupakan hari terakhir PPDB di DKI Jakarta. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Calon peserta didik melintas di depan mural Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 70 Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020. Hari ini merupakan hari terakhir PPDB di DKI Jakarta. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ki Hajar Dewantara merupakan pahlawan nasional Indonesia, pendiri Taman Siswa, pelopor pendidikan dari zaman penjajahan, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumis, dan politisi. Ia lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan wafat di Yogyakarta pada 26 April 1959, di usia 69 tahun.

Hingga saat ini, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Semboyan "Tut Wuri Handayani" ciptaan Ki Hajar turut menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional, sebuah kapal perang Indonesia juga dinamai Ki Hajar Dewantara. Sosok Ki Hajar Dewantara turut diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp 20 ribu.

Masa Muda Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara dilahirkan dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, sebelum akhirnya mengganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1922. Mengutip laman Biografi Tokoh di alamat bio.or.id, Ki Hajar Dewantara yang berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa atau Belanda), kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.

Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Di masa itu, sosok Ki Hajar Dewantara tergolong penulis handal, karena tulisan-tulisannya komunikatif, tajam, dan antikolonial.

Selain ulet sebagai wartawa muda, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) pada 1980, Ki Hajar Dewantara aktif menjadi devisi propaganda untuk mensosialisasikan pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara. Bahkan, kongres pertama BO merupakan inisiasi Ki Hajar Dewantara. Sosoknya juga tergabung dalam organisasi Insulinde, organisasi multietnik yang didominasi kaum Indonesia yang memperjuangkan pemerintahan tanah air.

Pendirian Taman Siswa

Merujuk Kementerian Kelautan dan Perikanan di situs kkp.go.id, perhatian Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan mendorongnya membangun perpemimpinan yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau lebih dikenal Perpemimpinan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922.

Perpemimpinan ini sangat ketat menekankan masalah pendidikan, terutama terhadap rasa kebangsaan. Tujuannya, agar muda-mudi penerus bangsa mampu mencintai tanah air dan berjuang memperoleh kemerdekaan. Meski dihalangi oleh pemerintahan Kolonial Belanda dengan dikeluarkannya Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932, Ki Hajar Dewantara tetap memperjuangkan haknya, hingga akhirnya aturan Belanda tersebut dicabut.

Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara tetap aktif menulis, tetapi tema tulisannya beralih menjadi perhatian-perhatian dalam dunia pendidikan dan kebudayaan bangsa. Melalui tulisan-tulisan tersebut ia  berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional untuk bangsa Indonesia hingga zaman Pendudukan Jepang.

Saat Pemerintah Jepang mulai membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943, Ki Hajar Dewantara ditunjuk menjadi salah satu pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs Mohammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan berhasil terbentuk, Ki Hajar Dewantara dipercaya Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pertama.

Dengan jabatannya tersebut, Ki Hajar Dewantara makin leluasa dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pada 1957 sosoknya mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada (UGM).

DELFI ANA HARAHAP

Baca: Hari Guru Nasional, Taman Siswa dan Cita-cita Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus