Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Darah Mengucur Di Kampus...

Kemelut kasus isu adanya manipulasi dan korupsi dalam proyek pembuatan kampus antara UII Yogyakarta menewaskan 2 mahasiswanya. Rektorium akhirnya mundur dan kepemimpinannya digantikan presidium.

18 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA putih setengah tiang di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sudah tak berkibar lagi. Senin pekan ini, perkuliahan sudah lancar. Peristiwa mengenaskan, dua pekan silam, yang memakan korban jiwa dan yang menyebabkan bendera putih dikerek setengah tiang, tak terasa lagi aromanya -- kecuali bahwa pihak kepolisian masih menyidik. Peristiwa berdarah itu bermula pada sebuah perbedaan pendapat di kalangan mahasiswa. Slamet Saroyo dan Monhadi jadi korban, tergeletak tewas di pojok sebuah kebun kacang di mulut jalan menuju kompleks perumahan Banteng Baru, tidak jauh dari Jalan Kaliurang, Yogya. Slamet Saroyo, 24 tahun, Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Teknik, adalah Ketua Kelompok Reevaluasi Kampus Antara (KRKA). Bersama empat kawannya, Sabtu pagi itu, Slamet baru saja bertamu ke Purek III Dahlan Thaib, S.H. KRKA sejak April lalu meneliti kemungkinan adanya manipulasi dan korupsi dalam proyek pembuatan kampus UII di Desa Condongcatur, Sleman -- gedung ini disebut Kampus Antara. Hasil penyidikan mereka, antara lain, bangunan tak sesuai dengan bestek dan tender yang menyimpang, dibukukan. Judulnya, "Kampus Antara di Antara Sela-Sela Kebobrokan" populer dengan sebutan Buku Merah. Bangunan tiga lantai seluas 8.200 m2 di atas tanah satu hektare itu dimulai 1987 dengan biaya Rp 1,4 milyar. Diresmikan Mei 1988, kampus ini dipakai oleh Fakultas Ekonomi. Upaya mahasiswa yang tergabung dalam KRKA cukup gesit. Buku Merah itu mereka kirim kepada Lembaga-Lembaga Kemahasiswaan UII dan Badan Wakaf UII -- semacam yayasan yang mengelola UII. Pada 23 September lalu, Slamet dkk. berdemonstrasi di halaman kampus pusat UII di Jalan Cik Ditiro. Mereka juga mendatangi Kepala Kejaksaan Negeri Yogya, Soewarto, S.H., untuk melaporkan hasil penyidikan itu, 30 Oktober lalu. Kelompok ini ditentang oleh kelompok lain yang menamakan dirinya Kelompok Mahasiswa Awam (KMA) -- kelompok yang menganggap pembangunan Kampus Antara bersih dari manipulasi dan korupsi. KRKA ke Kejaksaan Negeri, sedangkan KMA menghadap ke Kejaksaan Tinggi DIY dan diterima I Ketut Gde Wijaya, S.H. Kedua kelompok ini berseteru dengan seru. Puncak perlawanan KMA adalah Sabtu pagi yang berdarah itu. Slamet dkk., yang mengendarai sepeda motor, dihadang empat pentolan KMA yang mengendarai Honda Civic. Monhadi, salah seorang penumpang mobil itu, keluar dari pintu kiri mobil dan menyerang kelompok Slamet. Karel, pengemudi mobil, juga turun. Ia sempat mengeluarkan pistol, tapi, kabarnya, tanpa peluru. Tawur pun terjadi. Lambung Slamet robek dan lari -- akhirnya meninggal. Monhadi, dari KMA, kena pula sabetan golok kelompok KRKA dan tewas di RS Panti Rapih. Kedua kelompok kehilangan anggotanya. Kampus UII -- universitas swasta tertua yang berdiri 1945 dan kini punya sekitar 8.000 mahasiswa -- berkabung. Jauh sebelum peristiwa berdarah, sebenarnya Buku Merah sudah dibantah pimpinan UII. "Hasil pekerjaan pemborong setiap saat dievaluasi. Jika ada penyimpangan, saat itu juga harus dibongkar. Kecil kemungkinannya untuk berbuat curang," kata Ketua Badan Wakaf UII, Fahrurazy Al Haj, yang kebetulan menjabat sebagai pimpinan proyek Kampus Antara. Pj. Rektor UII, Siswo Wiratmo, sejak demonstrasi di kampus Cik Di Tiro, sudah berupaya mendinginkan suasana. Bahkan, sehari sebelum pertumpahan darah itu, dua kelompok mahasiswa itu bertemu di rumahnya di Kartasura. Kedua kelompok menjelaskan maksud kunjungan mereka ke Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi. Rupanya, pertikaian tak juga reda, sehingga pertentangan fisik pun terjadi. Tentang tragedi itu, Siswo Wiratmo, salah seorang alumni pertama (1966) Fakultas Hukum UII dan sebagai penjabat rektor merangkap Purek I, berkata, "Biarlah masalah ini ditangani yang berwajib. Kita tidak boleh memvonis, yang benar siapa, yang salah siapa." Kasus ini akhirnya berbuntut pada kegiatan akademis. Rabu pekan lalu, Pengurus Harian Badan Wakaf mengadakan sidang pleno dipimpin Fachrurazy Al Haj. Ternyata, rapat itu membicarakan surat dari Rektor UII Prof. Dr. Ace Partadiredja -- yang dalam status nonaktif, karena sejak Juli mendapat tugas pemerintah untuk mengajar di National University Singapura. Surat itu berisi pernyataan pengunduran diri semua unsur rektoriat (Rektor, Purek I, Purek II, dan Purek III). Dalam surat itu disebutkan, Siswo Wiratmo selaku pj. rektor segera menuntaskan pelaksanaan serah terima akibat pengunduran itu. Ace, yang secara yuridis masih Rektor UII sampai Desember nanti, memang berhak meminta anggota rektoriumnya mengundurkan diri, demi memulihkan citra UII. Surat pengunduran diri rektorium itu diterima Badan Wakaf. Sabtu pekan lalu, sebuah presidium dapat dibentuk untuk memimpin UII, terdiri dari 3 orang. Mereka adalah Prof. Dr. Zaini Dahlan (bekas Dirjen Pembinaan Antar Lembaga Departemen Agama dan bekas Rektor IAIN Sunan Kalijaga), Prof. Dr. Zamzawi Sayuti (dari UGM), dan Dr. Syafi'i Maarif (dosen IKIP Yogya). Senin pekan ini, presidium sudah aktif bekerja dan kegiatan perkuliahan -- yang sesungguhnya tak pernah sampai terbengkalai di masa "pergolakan" -- berlangsung lancar. Biro DIY

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus