Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Komite Fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Aribowo Sasmito, mengatakan pemerintah harus memberikan referensi yang jelas ketika melabel sesuatu sebagai hoaks. Hal ini disampaikan Aribowo menanggapi pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate ihwal hoaks dalam acara Mata Najwa di stasiun televisi swasta pada Rabu malam, 14 Oktober 2020. "Untuk melabel hoaks kan harus ada referensi resminya," kata Aribowo ketika dihubungi, Kamis, 15 Oktober 2020.
Aribowo berujar pemerintah pernah keliru melabel suatu informasi sebagai hoaks. Contohnya terkait informasi adanya turis di Bali yang meninggal karena Covid-19. Kemenkominfo sempat melabel informasi itu sebagai hoaks, padahal setelah diverifikasi memang benar turis tersebut meninggal karena Covid-19.
Meski begitu, Aribowo mengakui bahwa tak semua klarifikasi Kemenkominfo tak bisa dipercaya. Ia menilai Kemenkominfo pun kerap memberikan data yang berguna dalam klarifikasinya, misalnya informasi mengenai 5W1H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana).
Menurut Aribowo, pemerintah perlu juga membedakan apakah yang dimaksud benar-benar hoaks atau informasi yang dipelintir sehingga tak sesuai konteksnya. Ia meminta pemerintah adil menjelaskan dengan referensi.
Menkominfo Johnny sebelumnya mengatakan pemerintah paling mengetahui substansi UU Cipta Kerja karena terlibat dalam pembicaraan tingkat I bersama Dewan Perwakilan Rakyat. "Kalau Pemerintah bilang itu hoaks versi pemerintah, ya, berarti hoaks. Kenapa membantah lagi?" ujar Johnny dalam acara Mata Najwa.
Di sisi lain, naskah Undang-undang Cipta Kerja yang diperdebatkan pun sempat membingungkan publik karena banyaknya versi yang beredar. Naskah yang final baru dikonfirmasi pada Selasa lalu oleh DPR dan diserahkan kepada Presiden pada Rabu pagi kemarin.
"Kalau pemerintah bilang referensi pegangan kami udah jelas, siapa yang megang, karena selama ini yang beredar belum jelas. Kalau lihat pelintiran konteksnya, silakan kasih referensi yang jelas," ujar Aribowo.
Aribowo mengatakan polemik informasi tentang UU Cipta Kerja ini bermula dari tidak adanya transparansi. Ia menilai pemerintah kurang mensosialisasikan materi UU tersebut kepada publik. Namun menurut dia, pemerintah justru agak salah strategi lantaran lebih menggunakan pemengaruh alias influencer. "Padahal ranah informasi itu enggak cuma media sosial atau online, ada RRI, ada TVRI. Jadi ada salah strategi juga saya lihat," ujar dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini