Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di depan pintu, Iyah sempat termangu. Wajah perempuan 40 tahun ini tampak redup. Berkulit legam, tubuhnya kelihatan kurus. Tempo, yang menemuinya Kamis pekan lalu, langsung diajak masuk ke rumahnya yang berdinding bambu. Tanpa banyak bicara, Iyah menggelar sehelai tikar lusuh. Matanya berkaca-kaca. ”Beginilah nasib saya,” katanya sambil menyeka buliran air mata yang jatuh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo