Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Di sana nannies, di sini babu di sana nannies, di sini babu

Inggris mengekspor pengasuh anak yang biasanya memiliki ijazah national nursing examination board, diutamakan yang berpengalaman & mereka biasanya dikontrak selama setahun. wawancara agen dengan calon.(ils)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA akan diinterviu sejam lagi oleh nyonya F di hotel yang nanti saya sebutkan. Keluarganya tinggal di Jedah dan Rhiyadh. Anak yang akan anda asuh umurnya 3 tahun. Ayahnya penasehat Raja. Suami isteri ini hidup berpisah dan si anak tinggal di rumah hakeknya. Nyonya F adalah ipar dari si ayah dan anda akan diterima kalau yonya F setuju. Mereka mencari serang pengasuh yang umurnya 35 plus. 13egitu saya mendapat pesanan, langung saya ingat akan anda." Itu adalah uraian Sheila Davies yang bekerja di Alhermarle Nannies Agency - salah satu agen pencari pengasuh anak - di Kenington Gardens di London. Jumlah pengasuh, nannies (dalam bahasa Inggeris) atau amah (orang-orang Cina di Hongkong atau Singapura meuyebutnya) semakin banyak dicari orang. Untuk tahun 1977, ekspor nannies meningkat di Inggeris. Salah satu agen yang letaknya di Bond Street meugatakan bahwa setiap minggunya, 4 atau 5 nannies telah berhasil mereka kirim ke luar negeri. Para nannies biasanya digaji dengan syarat: bekerja enam hari dalam seminggu, tanpa membersihkan rumah, tidak usah belanja, memasak makanan anak yang diasuhnya, mencuci dan menyeterika baju si anak. Kalau dikirim ke luar negeri, gaji yang mereka terima biasanya Å“50 seminggu dan gen mendapat 15% dari jumlah itu selama setahun. Agen mendapat porsi ini bukan dari si pengasuh tapi dari orang yang menggaji nannies. Oh, Baunya! Albermarle Nannies Agency biasanya melayani ke!uarga-keluarga super kaya dari Italia (para puteri ningrat yang tidak ada waktu mengurus anaknya) dari Yunani, raja minyak, dari Persia, atau keluarga raja di Saudi Arabia. The Guardian menulis bahwa keluarga tersebut di atas biasanya puas dengan pelayanan Albermarle. Nannies yang mereka perlukan, cocok dengan yang mereka kehendaki. Para pengasuh ini biasanya dikontrak selama setahun atau lebih. Gaji f50 seminggu, sudah top, karena mereka gratis mendapat makan dan tempat tinggal. Kalau keluarga tempat dia bekerja baik hati, pengasuh tidak jarang mendapat bonus gaji, hadiah, oleh-oleh. Sering ada pula yang ketemu jodoh, dan setelah kontrak selesai mereka kemudian menikah. Di Inggeris gaji mereka ratarata sekitar Å“25 sampai Å“35 saja dalam seminggu. Para pengasuh biasanya memiliki ijazah dari National Nursing Examination Board, sebuah badan yang menguji seorang perawat. Tapi para agen biasanya tidak mengirim para pengasuh yang baru dapat ijazah. Syaratnya untuk tidak mengecewakan langganan: yang berijazah plus pengalaman. "Huh, saya begitu tergesa-gesa sampai saya berkeringat," kata nyonya Gronstein sambil mengibaskan saputanan di mukanya. Dia inilah yang akan dikerjakan di keluarga yang mempunyai anak 3 tahun umurnya. Mengenakan rok di atas dengkul yang terbuat dari kulit hitam, kedua payudaranya tampak sarat tertutup oleh blus kaos yang ditutup sampai leher. Umurnya 40 tahun, tapi dengan gaya rambut yang dicat coklat, dia tampak seperti wanita 50-an. "Mereka mempunyai rumah di tepi pantai. Sering mereka mengadakan pesta pantai. Senangkah anda dengan pantai?" tanya nyonya Davies dari agen. "Oh, rumah kami dulu juga di pantai Glamorgan yang indah" jawab nyonya Gronstein. "Satu hal iagi," kata nyonya Davies, "tidak ada gereja di sana. ladi kalau anda akan bersembahyang, harus anda lakukan sendiri." "Oh, jangan kuatir," jawabnya, "saya lagi liburan sembahyang kok." Nyonya Gronstein tampaknya wanita yang pemberani. Dia sudah mendaftarkan diri beberapa waktu yang lalupada agen ini. Rupanya baru sekarang ini ada untung untuk bisa diterima. Sebelumnya selalu saja ada halangan kalau jam interviu sudah mendekat. Yang pertama, suaminya meninggal ketika dia sudah berniat akan berangkat ke London. Tertundalah niatnya. Kedua kali, ketika dia sudah tiba di London, anaknya meninggal karena kecelakaan lalulintas. Tidak jadi lagi. Yang ketiga, ketika dia turun dari bis menuju ke orang yang akan menginterviunya, dia terlempar dari bis yang ditumpanginya. Riwayatnya kemudian berlanjut di rumah sakit. Dia setuju gajinya Å“50 seminggu. "Mereka mengatakan, tidak perlu kuatir untuk pergi ke mana anda suka. Seorang sopir selalu siap untuk mengantarkan anda," katanyonya Davies. Dia tidak mengatakan bahwa seorang wanita dilarang menyetir mobil di Saudi Arabia. Tambahnya: "Saya bisa pastikan keluarga ini keluarga yang baik dan terhormat." "Ya saya tahu kok tentang orang Arab," jawab nyonya Gronstein. "Mereka sering datang di bulan Ramadhan ke Port Talbot untuk menghindari kampung halaman mereka. Mereka kan sering sembahyang di atas tikar?" "Mungkin pula anda akan merasa kesepian. Mereka tidak berbicara Inggeris." "Ya, tak usah kuatir akan hal itu. Saya ini romantis di hati. Asal ada buku dan tape tentang Nat King Cole dan Shirley Bassey, saya bisa seorang diri." Nyonya Davies kemudian mengatakan bahwa makanan mereka juga berlainan. "Seperti apa?" tanya nyonya Gronstein. Katanya lagi dengan penuh semangat "Jangan kuatir. Asal jangan seperti restoran Cina atau India yang ada di Port Talbot atau di kawasan lain di dunia. Karena, oh, baunya!" Berkata begitu hidungnya ditutupnya dan lidahnya dijulurkan. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak, seperti kebiasaan orang Welsh. Tukang Colek Giliran kedua, Miss Turner. Masih muda, umurnya 20 tahun dengan tubuh yang montok. Bicaranya tidak bisa pelan. Gaya bicara orang selatan Inggeris yang nyaris seperti orang berteriak. Nyonya Davies menawarkan pekerjaan di Jedah, untuk seorang puteri dari Saudi. Sebelumnya, nona bahenol ini pernah bekerja di Athena. "Tapi mengapa anda cuma bekerja 6 bulan di sana?" tanya nyonya Davies. "Karena suaminya. Isterinya sih baik, cuma suaminya, tukang colek." "Apa?" teriak nyonya Davies. "Tukang colek. Tukang iseng. Dia selalu ada saja untuk membuat alasan menyuruh saya, sementara dia di kamar tidurnya. Isterinya sih baik, Elsa.... " "Heh, kau panggil namanya saja?" "Ya, dia yang menganjurkan begitu, agar hubungan lebih baik." "Hmm," gumam nyonya Davies, "saya rasa itu tidak betul. Anda harus berhati-hati agar kalian ada jarak selalu, saling menghormati, untuk kepentinganmu juga." Nonya Turner berceritera kejadiannya. Rupanya setelah si tuan rumah tidak berhasil mengganggunya, dia menyatakan sikap benci terhadap si nona. Sampai pada suatu hari. "Nyonya rumah sedang keluar. Saya sibuk memberi makan anak-anak. Salah seorang yang berumur 7 tahun, tidak mau memotong-motong makanannya. Saya katakan kepadanya, harus kau potong sendiri. Kemudian si ayah keluar dan sambil berteriak berkata: "Tidak usah kau paksa untuk memotong makanannya!" Piring berisi makanan itu kemudian dibuangnya di keranjang sampah dan dia memerintahkan saya untuk memasak lagi. Wah, saya tidak tahan lagi. Begitu isterinya pulang, saya mengajukan minta berhenti. Si isteri memohon saya untuk tidak pergi, tapi ah, saya pergi saja." Nona Turner mempunyai pacar yang bekerja di Bahrein, karena itu dia melamar untuk cari pekerjaan di Timur Tengah pula. "Oh, anda akan senang bekerja dengan orang Saudi ini. Anda harus mempunyai hati yang keras, karena mereka selalu ganti kemauan. Dan anakku, mudah-mudahan kau tidak bertemu lagi dengan tukang colek." Benci Arab Giliran ketiga, Miss Morris. Umurnya sekitar 40-an. Kurus, kecil dan tampak nelankolik di raut mukanya. Tas yang da di tangannya erat sekali dipegangya. Seakan takut tas itu disambar orang. "Saya benci London. Taksi-taksinya, menakutkan saya," ujarnya dengan suara lirih. Seumur hidupnya, baru dua kali dia mengunjungi London. Yang pertama ketika akan liburan dan tempat tinggalnya di Leicester menuju Essex. 17 tahun lamanya dia bekerja dengan sebuah keluarga di Leicester. Seorang dunia dengan beberapa anak. Dia mengurus segala macam kepentingan sebuah rumahtangga. Dan ketika anak yang terkecil umurnya 10 tahun, dia rasa cukuplah sudah. Apalagi sang duda kemudian beristeri lagi. "Sedih juga saya harus meninggalkan mereka," katanya lagi. Dari tasnya dia kemudian mengeluarkan sebuah foto anak-anak yang telah dibesarkannya. Dipandangnya lagi untuk kesekian kali anak-anak dalam foto tersebut dengan mata berkaca-kaca. "Kakak saya mengatakan bahwa saya akan sanggup pergi meninggalkan negeri saya. Apalagi pergi ke Teheran, dia tidak senang kulit hitam atau warna lainnya. Apalagi Arab, dia benci sekali." "Tapi Teheran bukan negeri Arab. Mereka bahkan juga benci orang Arab," kata nyonya Davies. Nona Morris tampak sedikit senang di raut mukanya. Katanya lagi: "Soalnya, kakak saya itu pernah ke Saudi Arabia. Dia sama sekali tidak senang tinggal dan bergaul dengan orang Arab. Dan dia selalu mengatakan, bangsanya sendiri jauh lebih baik. Tapi mungkin, saya akan mencoba menyenangi mereka." "Iya. Tapi Teheran bukan Arab. Teheran adalah Timur Tengah," kata nyonya Davies meyakinkan. Kemudian pembicaraan beralih pada gaji, syarat-syarat kerja dan juga asuransi kesehatan. Gumam nona Morris lagi: "Saya tidak mengharapkan halangan. Saya akan mencoba pekerjaan saya." Nonya yang kerempeng ini kemudian bangkit dari kursinya dan keluar ruangan. Sambil menutup map di atas meja, berkatalah nyonya Davies: "Heh, benci Arab, tukang colek, nanti apa lagi nih!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus