TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Komisi Pengawasan Korupsi atau KPK untuk ikut mendampingi pejabat yang memiliki kewenangan yang besar dalam penerimaan negara. Dengan demikian, pejabat tersebut tidak menganggap KPK sebagai ancaman tapi sebagai suatu institusi yang ikut menjaga penerimaan tersebut.
"Kalau yang dipegang itu kewenangan yang memiliki value atau nilai yang besar, maka orang-orang tersebut itu harus dijaga. Bukan diawasi atau dicurigai, tapi dijaga," kata Sri Mulyani di depan pimpinan KPK dalam acar Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2019.
Sri Mulyani mencontohkan pegawai bagian pemeriksaan di Kantor Pajak Pratama. Posisi ini, kata Sri, merupakan pos yang rawan yang mereka berhadapan dengan wajib pajak yang diperiksa.
Dari wajib pajak yang diperiksa, kata Sri Mulyani, ada potensi penerimaan pajak yang biasanya mencapai juta, miliar, hingga triliunan rupiah. Pejabat ini rawan tergoda meski digaji dengan nilai berapa pun. "Jadi kalau ngomong cukup atau enggak cukup, itu masalah tamak atau enggak tamak aja gitu."
Untuk itulah, Sri Mulyani menilai tugas paling berat dari KPK adalah memindahkan mindset untuk menciptakan masyarakat yang based on trust. Jika masyarakat didominasi oleh ketakutan apalagi ancaman, kata dia, maka seluruh sistem akan mengikuti cara seperti itu. "Itu very high cost," ujarnya.
Sri Mulyani percaya bahwa 97,5 persen pejabat negara adalah orang yang baik. Kelompok inilah, kata Sri, yang harus dirangkul Sri agar mereka sama-sama menjaga penerimaan negara. "Kalau ASN merasa (KPK) ini partner-nya, maka akan terjadi trust," kata dia.
Dalam suatu masyarakat atau bangsa yang memiliki kepercayaan, Sri Mulyani pun percaya ekonomi negaranya akan maju dengan luar biasa.