TEMPO.CO, Jakarta: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan penolakan atas rekomendasi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) soal kasus pelanggaran pembantaian 1965-1966. Akhir Juli lalu Komnas HAM merampungkan penyelidikan atas kasus itu dan menyatakan ada indikasi pelanggaran HAM berat dalam pembantaian ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI itu. Komnas HAM telah menyerahkan laporan ke Kejaksaan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditindaklanjuti.
Rabu 15 Agustus 2012, Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid mengatakan PBNU mendorong upaya rekonsiliasi, tapi dia meminta pengakuan negara atas adanya kasus pembantaian tersebut tak perlu dikejar. “Tidak baik dan tidak konstruktif bagi kepentingan bangsa ke depan,” kata Nusron.
Nusron menilai upaya mengungkit sesuatu yang sudah terjadi berpotensi membangkitkan kembali permusuhan antar kelompok dan golongan. “Apa mau perang lagi?” katanya. Menurutnya yang terpenting saat ini adalah perdamaian dan rekonsiliasi. Meski begitu, dia menolak jika rekonsiliasi didahului dengan pengakuan dan permintaan maaf resmi dari pemerintah atas tragedi 1965. “Waktu itu, banyak NU jadi korban, PKI jadi korban, masak mau diungkit lagi?” katanya.
Pelajaran terpenting dari tragedi 1965, kata Nusron, adalah kuatnya gesekan antar ideologi politik di masyarakat bisa berimbas negatif pada konflik di tingkat akar rumput. “Itu pelajaran yang kita petik, jadi ya sudahlah.”
ANANDA BADUDU
Berita Terpopuler:
Kasus Simulator SIM, Ada Upaya Selamatkan Djoko?
Arkeolog Ini Temukan Piramida via Google Earth
Nasib Penggalian Bunker di Bawah Kantor Jokowi
SBY Akhirnya Buka Suara Soal Century
Ketua KPK: Silakan Sadap Telepon Kami
Polri Sewa Seabreg Pengacara, KPK Cuek
Di Masjid Kalideres Fauzi Bowo Ingatkan Bang Kumis
Cincin Kawin Angelina Jolie Senilai Rp 7,4 Miliar
Hadapi KPK, Polisi Sewa Pengacara
Gisel Kesal Ditinggal Gading Martin