TEMPO.CO, Jakarta - Menyusul pernyataan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah mengenai rekomendasi Panitia Khusus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang lebih dikenal sebagai Revisi UU KPK, lembaga antirasuah itu tetap berpegang pada komitmen Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang belum berniat merevisi undang-undang tersebut.
“Kita tentu percaya dengan apa yang pernah disampaikan Presiden, yang tidak akan melakukan revisi UU KPK saat ini serta tetap akan memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi,” kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 23 Agustus 2017.
Baca juga:
Revisi UU KPK, Sejumlah Indikasi Pelemahan KPK
Ini bukan pertama kali revisi UU KPK memiliki potensi digodok Dewan karena waca ini sudah muncul sejak 2010. Pada 2015, revisi sempat diusulkan masuk Prolegnas 2015 oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi walau akhirnya dibatalkan. Sedangkan pada 2016, kembali berembus kabar revisi UU KPK akan masuk ke Prolegnas 2016.
Upaya pelemahan KPK terpatri dalam rencana revisi UU KPK. "Kalau kewenangan KPK untuk menuntut dicabut, misalnya, para tersangka yang sedang kami proses saat ini, termasuk kasus e-KTP, tidak akan bisa diajukan KPK ke pengadilan. Apakah itu yang diinginkan?” kata Febri.
Baca pula:
Lagu Lama, Kisah Berkali-kali Upaya Revisi UU KPK
"Beberapa kali upaya melemahkan KPK terbaca di draf revisi sebelumnya,” ucap Febri. "Seperti kewenangan penyadapan, membuat KPK tidak lagi bisa menuntut terdakwa korupsi ke pengadilan, bahkan pembatasan waktu kerja KPK.” Febri juga menyatakan KPK sekarang akan tetap beroperasi dengan payung hukum yang serupa.
Rekomendasi revisi UU KPK oleh Pansus Hak Angket KPK kembali digulirkan ketika Fahri mengusulkan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk merevisi UU KPK. Ia berkaca pada 11 temuan sementara mengenai hasil kerja KPK oleh Pansus Hak Angket KPK, seperti lemahnya koordinasi dan penganggaran yang belum bisa dipertanggungjawabkan.
Pihak Istana sampai saat ini belum mendapat keterangan resmi dari Pansus Hak Angket KPK terkait dengan revisi UU KPK tersebut.
STANLEY WIDIANTO