Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Awas, Gen Bisa Wariskan Pengalaman Traumatik

Gen ketakutan dan traumatik ini menurun pada generasi berikutnya.

10 September 2015 | 23.20 WIB

Monumen peringatan di pemakaman Yahudi di Rostock, Jerman, berbunyi: 'Ingat - jangan lupa', Sabtu (9/11). AP/dpa,Bernd Wuestneck
Perbesar
Monumen peringatan di pemakaman Yahudi di Rostock, Jerman, berbunyi: 'Ingat - jangan lupa', Sabtu (9/11). AP/dpa,Bernd Wuestneck

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, New York - Pengalaman mencekam dan ketakutan ternyata bisa diwariskan pada keturunan kita melalui gen. Temuan ini merupakan hasil riset tim peneliti dari universitas Mount Sinai, New York, yang dirilis Kamis 10 September 2015.

Salahsatu peneliti Rachel Yehuda menceritakan, mereka meneliti 32 orang Yahudi yang menjadi tawanan Nazi, dan menyaksikan penyiksaan atau terpaksa bersembunyi selama perang. Tim kemudian membandingkan gen anak-anak korban dengan gen anak-anak Yahudi yang tinggal di luar Eropa ketka Nazi merajalela.

"Perubahan pada gen anak-anak korban hanya dapat dijelaskan oleh pengalamanpembantaian massal orang tua," ujar Yehuda, seperti dikutip The Guardian. Tim ini menemukan, anak-anak korban Nazi lebih rentan terhadap stres akibat warisan genetis tersebut.

Rachel Yehuda menambahkan, timnya melakukan fokus penelitian pada gen yang berkaitan dengan perasaan stres. "Gen yang membentuk cara kita berhubungan dengan lingkungan mengalami perubahan. Ini mungkin turut mewariskan rasa stres," ujarnya.

Selain itu, tim Yehuda juga menemukan, gen ternyata mewariskan perubahan lingkungan pada generasi selanjutnya. Dalam kasus ini, perubahan lingkungan meninggalkan jejak pada gen. Sebagian dari perubahan itu ternyata lolos proses pembersihan atau penyaringan pada sperma dan sel telur. Para peneliti umumnya beranggapan perubahan kimiwi pada gen menghilang setelah proses pembuahan.

Kajian sebelumnya juga menemukan hubungan serupa. Perempuan yang lahir dari wanita Belanda yang menderita kelaparan lebih rentan terhadap depresi. Kajian sebelumnya pada hewan juga menunjukan hubungan yang jauh lebih gamblang.

Peneliti dari Universitas Emory di Atlanta menemukan, perubahan kimiawi pada gen tikus dapat lolos pembersihan dalam proses pembuahan. Tim menyetrum tikus setiap kali tikus itu mencium bau bunga sakura secara berulang-ulang. Akibatnya, tikus menjadi trauma terhadap bunga sakura meskipun tanpa setruman listrik.

Pada penelitian selanjutnya, anak dan cucu tikus tersebut ternyata memiliki ketakutan yang sama terhadap bau bunga sakura. Padahal, ketakutan itu tidak ada pada keturunan tikus yang tidak disetrum ketika mencium bunga sakura.

THE GUARDIAN | GURUH RIYANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wahyu Dhyatmika

Wahyu Dhyatmika

Direktur Utama PT Info Media Digital. Anggota KONDISI (Kelompok Kerja Disinformasi di Indonesia).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus