Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa S3 di Australia Imam Malik Riduan mengatakan dirinya terpaksa harus bekerja paruh waktu demi bisa bertahan hidup dan menyelesaikan sekolahnya. Sebab, penerima Beasiswa 5.000 Doktor Kementerian Agama-Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini belum mendapatkan uang beasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imam yang merupakan kandidat PhD di School of Social Sciences, Western Sydney University saat ini bekerja paruh waktu sebagai tenaga kebersihan di salah satu sekolah di Sydney Barat. "Saya bekerja enam jam per hari sebagai cleaner di public school di daerah Sydney Barat," ujar Imam kepada Tempo pada Jumat, 28 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Agama, kata Imam, belum memberikan tunjangan hidup sejak sembilan bulan lalu. Lantaran tak kunjung ditransfer, Imam mesti putar otak. Upah kerja paruh waktunya bahkan tak cukup untuk menyewa sebuah kamar untuk tempat tinggal.
Hidup Menumpang hingga Tinggal di Garasi
Imam mengatakan dia tinggal dengan menumpang dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya, Imam menumpang di rumah warga negara Indonesia yang sedang pulang kampung. "Saya pindah-pindah tempat tinggal supaya bisa menekan biaya hidup. Mulai dua hari lalu sampai seminggu ke depan saya tinggal di salah satu orang Indonesia yang sedang pulang kampung," ujarnya.
Menurut Imam, ada kawannya yang juga belum menerima uang beasiswa sampai harus tinggal di sebuah garasi. "Salah seorang kawan kami tinggal di garasi. Bayangkan kalo lagi dingin 2 derajat kemarin dan nanti kalo summer sampe 42 derajat," ujarnya.
Kuliah S3 sambil bekerja paruh waktu, menurut Imam tak mudah. Di sela-sela pekerjaannya itu, dia menyempatkan waktu untuk mendengar hasil wawancaranya dengan informan. Adapun Imam mengambil riset mengenai kebijakan anti-teror di Indonesia.
Berharap Beasiswa Diberikan Oktober Ini
Dia berharap agar Kementerian Agama segera memberikan uang beasiswa pada Oktober ini. Berbagai upaya telah dilakukan dengan menemui Konsulat Jenderal RI di Sydney hingga berkomunikasi dengan Kementerian Agama. Kementerian Agama, kata Imam, beralasan keterlambatan pembayaran SPP karena adanya perubahan manajemen pengelola beasiswa.
Adapun sebanyak 85 mahasiswa S3 di Australia penerima beasiswa 5.000 Doktor dari Kementerian Agama- Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) belum menerima haknya. Kementerian Agama sebagai pemberi beasiswa belum menstransfer komponen-komponen beasiswa seperti tunjangan hidup bulanan, uang SPP (tuitition fee), biaya riset, biaya keikutsertaan konferensi, serta biaya tunjangan keluarga dan tunjangan pembelian buku.
Meski begitu, Imam mengatakan Kemenag sudah membayar SPP beberapa mahasiswa."Saya dan beberapa orang sudah bayar SPP. Tapi, masih banyak yang belum. Ada kampus yang menagih sampai mengancam melapor ke imigrasi untuk mencabut visa. Tapi, untuk biaya hidup kami semua belum ditransfer," ujarnya.
Kusuma Dewi, Penerima Beasiswa asal Yogyakarta yang saat ini belajar di Western Sydney University mengatakan Kemenag berjanji segera menstransfer tuition fee paling lambat pada 31 Oktober. Hal itu, kata dia, berdasarkan sebuah dokumen yang ditandatangani secara elektronik oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Ali Ramdhani. Adapun besaran beasiswa untuk tunjangan hidup $2500 Dolar Australia atau sekitar Rp 24,9 juta.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M. Ali Ramdhani belum merespons pertanyaan Tempo mengenai macetnya beasiswa tersebut. Begitu pula dengan Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.