Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIAPA pun tak menduga peluncuran. Columbia pagi itu bakal gagal.
Semua persiapan peluncuran kedua kali itu dianggap amat lancar.
Seperti kata Deke Slayton, Manajer Program Shuttle di NASA,
"Ibarat bang, bang, bang!" Juga kedua astronaut--Kolonel Udara
Joe H. Eagle, 49 tahun dan Kapten Pelaut Richard H. Truly, 44
tahun--setelah memeriksa pesawat antariksa yang bakal mereka
kendalikan itu berkata, "Semuanya tampak sempurna!"
Norman Boris, redaktur harian The Detrot News, sudah siap pula
dengan beritanya, meski pesawat itu masih nongkrong di
landasannya. "Columbia, pesawat antariksa bekas pakai,
menunggang lidah api putih membara, menembus langit yang
sebagian berawan," tulisnya menggebu-gebu, yang dilanjutkan
dengan "peluncuran sempurna" yang "sesuai jadwal". Sayangnya
hanya beberapa detik menjelang saat peluncuran Rabu, awal
November itu, rencana itu terpaksa dibatalkan. Maka Boris kalang
kabut menarik kembali 30.000 lembar koran yang sudah telanjur
diedarkan. "Suatu pertaruhan yang meleset pada menit terakhir,"
ujarnya filosofis.
Filter Tersumbat
Yang lebih kecewa tentunya kedua astronaut. Sejak tengah malam
mereka tak beranjak dari kursi mereka dalam pesawat itu.
Peluncuran itu dibatalkan setelah ada gangguan pada satu dari
tiga unit pembangkit listrik pesawat Columbia. Ternyata filter
minyak unit itu tersumbat hingga tekanan dalam tangki bahan
bakar merosot. Semula gejala yang mengenai dua dari tiga tangki
dianggap dalam batas aman dan para ahli teknik Pusat
Pegendalian di Houston menguhah "perintah" komputer yang sudah
menghentikan countdown (perhitungan detik menjelang saat
peluncuran). Tapi ketika juga tangki No. 3 menunjuk gejala yang
sama, mereka tidak berhasil membatalkan 'perintah' komputer dan
countdown terhenti 31 detik sebelum peluncuran. "Jika tidak
karena komputer itu, pasti sudah meluncur," ujar George Page,
Direktur Peluncuran. Pembatalan itu menunda peluncurannya sampai
8 hari.
Dua pekan lalu, kembali countdown dimulai menjelang peluncuran
Columbia. Kamis pagi. Harnpir saja gagal lagi, ketika pada saat
terakhir ditemukan kerusakan pada sistem yang menerjemahkan
isyarat data berbagai alat pengindera bagi komputer. Tapi alat
itu hica diganti dengan unit yang "dipinjam" dari pesawat kembar
Challenger yang sedang dirakit di California. Akhirnya, 2 jam
40 menit melampaui jadwal semula, Columbia mengangkasa diiringi
gemuruh roket yang sebanding dengan gambaran The Detroit News
lebih seminggu sebelumnya.
Bagi Richard Trully peluncuran mulus pagi itu punya arti ganda.
Hari (12 November) itu ia genap berusia 44 eahun. "Lilin ulang
tahun terbesar yang pernah saya terima," komentar Truly,
menyaksikan semburan api roket melalui layar televisi. Hanya 10
menit kemudian kedua astronaut itu asyik mengelilingi bumi
dengan kecepatan 28.000 km per jam.
Keasyikan itu sekejap saja. Dalam orbit keempat, dua setengah
jam setelah lepas landas, para ahli teknik di Houston melihat
ada gangguan pada satu antara tiga sel pembangkit listrik di
pesawat itu Sel itu melalui proses elektrokimiawi, mengubah
hidrogen dan oksigen menjadi listrik yang dipakai menggerakkan
segala peralatan dan bagian pesawat Columbia. Reaksi kimiawi itu
juga menghasilkan air minum bagi para astronaut. Meski dengan
satu unit pun pesawat itu masih bisa dikendalikan, para pejabat
di Houston memutuskan membatasi perjalanan Columbia. Menurut
rencana semula, ini akan berlangsung selama 5 hari lebih atau
124 jam 5 5 menit.
Setelah menyelesaikan hanya 36 dari 83 orbit yang direncanakan
semula Eagle dan rekannya mendarat di dasar danau kering di
Gurun Mojave, California, bagian dari Pangkalan Angkatan Udara
Edwards. Tepat pukul 13.23 setempat. 2 hari 6 jam, 13 menit dan
10 detik sejak mengangkasa dari Tanjung Kennedy di Florida.
Pendaratan itupun gemilang. Tanpa ragu pesawat raksasa itu
melayang menyentuh landasan, meski terganggu hembusan angin
berkecepatan 45 km per jam. "Burung ini sungguh mantap,"
komentar Eagle sesaat sebelumnya, menggunakan jargon pilot tes
untuk memuji keunggulan pesawatnya. Mesin roket Columbia hanya
dinyalakan sesaat untuk keluar dari orbit, 256 km di atas
permukaan bumi, dan memasuki kembali atmpsfir. Selanjutnya,
seperti pesawat layang-layang, Columbia meluncur ke bawah, tanpa
tenaga dorong apa pun.
"Kami yakin semua yang direncanakan untuk misi ini berhasil,
kecuali soal waktu," ujar Christofer Craft, Direktur Pusat
Antariksa Johnson di Houston. Ketika diputuskan mempersingkat
penerbangan Columbia itu, NASA menyesuaikan kembali jadwal
berbagai eksperimen hingga 90 % program itu sempat dilaksanakan
dalam 40% dari waktu yang semula direncanakan.
Petir Di Botswana
Bagian utama dari program itu ialah menguji lengan derek raksasa
yang pan jangnya 15 m. Di antariksa lengan itu penting untuk
menempatkan atau mengangkat kembali satelit dan lain benda.
Semula ada kekhawatiran lengan itu tak bisa dilipat kembali.
Akibatnya pintu ruang kargo Columbia tidak bisa ditutup, padahal
ini prasyarat untuk bisa kembali ke bumi. Jika itu terjadi
lengan itU terpaksa dilepas dengan cara meledakkan pangkalnya.
Untunglah ini tidak terjadi. Benda itu--seharga US$ 100 juta (Rp
63,5 milyar) sumbangan Kanada -- selamat kembali ke bumi.
Berbagai program lain juga cukup berhasil, antara lain
penginderaan jauh permukaan bumi dengan berbagai peralatan. Ini
untuk mendapatkan cara lebih sempurna mendeteksi berbagai sumber
daya alam seperti mineral dan minyak, pendataan geologis,
pengukuran kadar karbonmonoksida di udara dan mendeteksi sumber
khlorofil di samudra. Eksperimen lain ialah merckam pancaran
gelomban merah infra dari berbagai batu-batuan, nenemukan
spektra yang paling, mencirikannya juga Truly sempat merekam
dengan film ketika petir menyambar bumi di Australia dan
Botswana di Afrika.
Namun masih baak kelemahan tersirat dalam program Spaceshuttle,
mengakibatkan penundaan bcruntun. Banyak timbul perunyaan, tentu
terutama sekitar biaya program itu yang semakin membengkak.
Padahal masih dua lagi penerbangan ujicoba Columbia
direncanakan. Juga semakin disorot prioritas NASA bagi program
shuttle itu yang menyedot dana program antariksa lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo