Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Ini Jejak Permukiman Muslim Pertama di Kepulauan Aru  

Pecahan keramik-keramik Tiongkok kuno yang ditemukan telah diidentifikasi. Yang paling tua berasal dari zaman Dinasti Ming.

29 Juni 2015 | 12.39 WIB

Pemuda bermain selama matahari terbenam di pantai Cora Eva, di Dobo, Kepulauan Aru, Maluku, 26 November 2014. AP/Dita Alangkara
Perbesar
Pemuda bermain selama matahari terbenam di pantai Cora Eva, di Dobo, Kepulauan Aru, Maluku, 26 November 2014. AP/Dita Alangkara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Ambon - Arkeolog Wuri Handoko dari Balai Arkeologi Ambon mengatakan lapisan budaya di permukiman kuno Uifana, Pulau Ujir, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, sangat tipis karena tak banyak yang bisa ditemukan saat proses ekskavasi pada pertengahan Mei 2015.

"Ekskavasi itu belum tuntas. Kami mencoba memperdalam kajian saja. Penggaliannya paling dalam baru 80 sentimeter. Tapi sepertinya lapisan budayanya tipis, karena di bawah 80 cm sudah pasir," ucapnya di Ambon, Minggu, 28 Juni 2015.

Ia berujar, tak banyak yang bisa ditemukan saat timnya melakukan penggalian di permukiman masyarakat muslim pertama di Kepulauan Aru itu, selain beragam jenis kerang pada lapisan pertama tanah sedalam 20-30 cm dan fragmen gerabah tradisional--atau sempe dalam bahasa setempat--di kedalaman 80 cm.

Ini berbeda dengan temuan di atas permukaan tanah. Selain pecahan keramik-keramik Tiongkok kuno yang telah diidentifikasi paling tua berasal dari zaman Dinasti Ming, masih bisa ditemukan sisa-sisa permukiman yang dikelilingi sungai buatan yang disebut wabil. Itu diduga menjadi konsep pertahanan masyarakat Uifana pada masa tersebut.

Di dalam komplek permukiman tersebut juga terdapat bekas perbentengan tradisional setinggi 2 meter, sumur-sumur tua yang terbuat dari pahatan batuan koral dan andesit, serta bekas benteng Eropa yang masih belum diketahui nama dan pendirinya.

"Asumsinya, sebelum ada perdagangan keramik, di situ sudah ada aktivitas hunian dan masyarakat. Penggunaan sempe lebih duluan daripada keramik," tuturnya.

Dengan sedikitnya temuan hasil ekskavasi, kata Wuri, identifikasi usia awal keberadaan situs Uifana, sejarah, dan pola perkembangan masyarakatnya, termasuk peradaban Islam, masih sulit untuk ditelusuri.

"Harus diperdalam lagi. Kemungkinan kami akan memperluas wilayah ekskavasi, tapi belum tahu kapan," ujar ahli kepurbakalaan Islam itu.

Situs Uifana pertama kali ditemukan Balai Arkeologi Ambon pada 11 Maret 2014 dalam survei selama 12 hari di Kepulauan Aru.

Berada di tengah hutan di Pulau Ujir, Kecamatan Pulau Pulau Aru, perkampungan tersebut ditinggalkan penduduknya karena porak-poranda diserang tentara kolonial Jepang.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus