Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ambon - Arkeolog Wuri Handoko dari Balai Arkeologi Ambon mengatakan lapisan budaya di permukiman kuno Uifana, Pulau Ujir, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, sangat tipis karena tak banyak yang bisa ditemukan saat proses ekskavasi pada pertengahan Mei 2015.
"Ekskavasi itu belum tuntas. Kami mencoba memperdalam kajian saja. Penggaliannya paling dalam baru 80 sentimeter. Tapi sepertinya lapisan budayanya tipis, karena di bawah 80 cm sudah pasir," ucapnya di Ambon, Minggu, 28 Juni 2015.
Ia berujar, tak banyak yang bisa ditemukan saat timnya melakukan penggalian di permukiman masyarakat muslim pertama di Kepulauan Aru itu, selain beragam jenis kerang pada lapisan pertama tanah sedalam 20-30 cm dan fragmen gerabah tradisional--atau sempe dalam bahasa setempat--di kedalaman 80 cm.
Ini berbeda dengan temuan di atas permukaan tanah. Selain pecahan keramik-keramik Tiongkok kuno yang telah diidentifikasi paling tua berasal dari zaman Dinasti Ming, masih bisa ditemukan sisa-sisa permukiman yang dikelilingi sungai buatan yang disebut wabil. Itu diduga menjadi konsep pertahanan masyarakat Uifana pada masa tersebut.
Di dalam komplek permukiman tersebut juga terdapat bekas perbentengan tradisional setinggi 2 meter, sumur-sumur tua yang terbuat dari pahatan batuan koral dan andesit, serta bekas benteng Eropa yang masih belum diketahui nama dan pendirinya.
"Asumsinya, sebelum ada perdagangan keramik, di situ sudah ada aktivitas hunian dan masyarakat. Penggunaan sempe lebih duluan daripada keramik," tuturnya.
Dengan sedikitnya temuan hasil ekskavasi, kata Wuri, identifikasi usia awal keberadaan situs Uifana, sejarah, dan pola perkembangan masyarakatnya, termasuk peradaban Islam, masih sulit untuk ditelusuri.
"Harus diperdalam lagi. Kemungkinan kami akan memperluas wilayah ekskavasi, tapi belum tahu kapan," ujar ahli kepurbakalaan Islam itu.
Situs Uifana pertama kali ditemukan Balai Arkeologi Ambon pada 11 Maret 2014 dalam survei selama 12 hari di Kepulauan Aru.
Berada di tengah hutan di Pulau Ujir, Kecamatan Pulau Pulau Aru, perkampungan tersebut ditinggalkan penduduknya karena porak-poranda diserang tentara kolonial Jepang.
ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini