Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

LIPI Kembangkan Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan

LIPI melakukan tiga penelitian di bidang energi kelistrikan yakni fuel cell, baterai litium, dan turbin angin.

2 Juli 2019 | 13.55 WIB

Panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) seluas 41 meter x 40 meter terlihat dari atas di pondok pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Wali Barokah di Kota Kediri, Jawa Timur, 16 Mei 2019. Penggunaan panel surya (solar cell) seluas 41 meter x 40 meter menghasilkan daya sebesar 220.000 watt per hari untuk memenuhi kebutuhan empat ribu santri dan ke depan dapat dioptimalkan untuk memproduksi daya lebih dari 1 juta watt. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Perbesar
Panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) seluas 41 meter x 40 meter terlihat dari atas di pondok pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Wali Barokah di Kota Kediri, Jawa Timur, 16 Mei 2019. Penggunaan panel surya (solar cell) seluas 41 meter x 40 meter menghasilkan daya sebesar 220.000 watt per hari untuk memenuhi kebutuhan empat ribu santri dan ke depan dapat dioptimalkan untuk memproduksi daya lebih dari 1 juta watt. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) melakukan tiga penelitian di bidang energi kelistrikan yakni fuel cell, baterai litium, dan turbin angin.

"Fuel cell merupakan piranti pembangkit listrik yang terbarukan dan ramah lingkungan karena tidak bising dan produk sampingnya hanya air atau uap air," kata Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Rike Yudiyanti, Selasa, 2 Juli 2019.

Fuel cell, kata Rike, memiliki keunggulan dengan efisiensi sampai 60 persen, fleksibel, portabel, kerapatan daya yang besar, dan memerlukan waktu start-up relatif lebih cepat.

"Kegiatan difokuskan pada pembuatan gas diffusion layer (GDL) untuk aplikasi charger ponsel. Bahan baku GDL berasal dari biomassa sabut kelapa sawit sehingga bisa lebih ekonomis," ujarnya.

Pengembangan teknologi produksi hidrogen, lanjut Rike, sebagai bahan bakar fuel cell melalui proses elektrolisis daya rendah sekaligus ramah lingkungan dengan memanfaatkan CO2.

"CO2 yang bisa menimbulkan efek rumah kaca sehingga mempengaruhi perubahan iklim, digunakan sebagai katalis, sehingga energi listrik yang diperlukan untuk memecahkan air (water splitting) menjadi hidrogen (H2) sangat rendah dan berpeluang dibuat secara scale up atau masal," katanya.

Perkembangan alat komunikasi seperti gadget, kata Rike, sangat membutuhkan suplai energi dari perangkat baterai yang terpasang. Baterai litium ion merupakan baterai yang paling banyak digunakan karena memiliki kehandalan desain ringan dan kompak serta densitas yang besar.

"Pengembangan material elektroda yang digunakan sebagai elektroda baterai litium-ion NaLiTiO dan LiMnFeSiPO4 berlisensi nasional, telah berhasil dilakukan oleh peneliti di Puslit Fisika LIPI," katanya.

Rike juga mengatakan ada dua jenis baterai yang dikembangkan yaitu baterai energi dan baterai daya. Untuk baterai energi digunakan untuk aplikasi pemakaian daya rendah, sedangkan baterai daya digunakan untuk aplikasi yang memerlukan daya tinggi.

"Pada kegiatan penelitian ini telah dihasilkan prototipe baterai dalam bentuk pouchcell atau cylinder cell 18650," katanya.

MUHAMMAD KURNIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus