Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Peneliti: Energi Surya Jadi Raja Baru Energi Dunia, Indonesia Masih Lambat

Dari sejumlah jenis energi baru terbarukan yang dapat dikembangkan ke depan menggantikan energi fosil, jenis energi surya paling besar potensinya.

20 September 2021 | 07.34 WIB

Pekerja memeriksa panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Kamis, 3 September 2020. Panel surya tersebut digunakan untuk pencahayaan di area masjid dengan total daya sebesar 150.000 watt serta sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. ANTARA/Galih Pradipta
Perbesar
Pekerja memeriksa panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Kamis, 3 September 2020. Panel surya tersebut digunakan untuk pencahayaan di area masjid dengan total daya sebesar 150.000 watt serta sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Makassar - Koordinator peneliti dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Pamela Simamora mengatakan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) terus meningkat dan energi surya menjadi raja baru di sektor energi dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal itu dikemukakan Pamela pada pertemuan virtual berkala membahas transisi energi yang diselenggarakan IESR bekerja sama dengan Society of Indonesian environment Journalists (SIEJ) pada Minggu, 19 September 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan, dari sejumlah jenis EBT yang dapat dikembangkan ke depan menggantikan energi fosil, jenis energi surya yang paling besar potensinya dibandingkan jenis EBT lainnya baik secara global maupun nasional.

Sementara dari penggunaan EBT, lanjut dia, bauran energi terbarukan di energi primer dunia semakin meningkat, sementara Indonesia masih tumbuh melambat.

Sedang dari komitmen, Pamela mengatakan, dunia sudah siap mengakhiri era batubara, sementara Indonesia masih terus bergantung pada PLTU Batubara.

Dari segi investasi energi terbarukan terbesar di sektor ekonomi dunia, Indonesia masih stagnan. "Apabila dilihat dari segi ongkos investasi dan biaya listrik yang diratakan (LCOE), energi surya dan angin terus menurun, lebih murah dari energi bahan kotor," kata Pamela.

Pengaruh lainnya, harga energi surya di Indonesia turun drastis, menyebabkan surya plus baterai semakin kompetitif harganya.

Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Pengembangan Infrastruktur EBTKE, Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko mewakili Direktur Aneka EBT DJEBTKE, mengatakan EBT tercatat sebagai penyumbang tertinggi penurunan emisi karbondioksida, yakni 34,29 juta ton CO2 pada 2020 dibandingkan aksi mitigasi lainnya untuk menurunkan penyebab efek rumah kaca.

Dari lima aksi mitigasi untuk menurunkan efek rumah kaca dari karbondioksida, EBT mampu melampaui mitigasi efisiensi energi yang hanya mereduksi emisi 12,97 juta ton CO2, disusul bahan bakar rendah karbon 8,39 juta ton CO2, penggunaan teknologi pembangkit bersih tercatat 5,91 juta ton CO2 dan kegiatan lain 2,79 juta ton CO2.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus