Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Perkenalkan: rumah dari sampah

Direktorat penyelidikan masalah bangunan departemen pu berhasil membikin bahan bangunan (papan) dari kulit kacang maupun sampah. (ilt)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI lantai ruangan 5 x 10 meter itu bertumpuk kulit kacang tanah. Tapi, sesungguhnyalah, tempat itu bukan pabrik kacang. Tapi laboratorium milik Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan DPMB) Departemen PU. Setelah melewati waktu yang panjang -- sejak 1974 -- direktorat yang khusus bergerak di bidang penelitin ini sekarang berhasil membikin berbagai macam bahan bangunan dari sampah. Di antaranya dari kulit kacang. Maka pada akhir bulan ini nanti, ke kantor DPMB di Jalan Martanegara, Bandung, akan diundang para pengusaha industri bangunan. Kepada mereka akan disampaikan kabar gembira itu, sekaligus diminta menyaksikan, betapa dari sampah yang terbuang bisa dihasilkan bahan bangunan berkualitas tinggi harganya murah, dan tak canggung dipakai untuk bahan bangunan rumah mewah. "Di Jepang, bahan seperti itu malah digunakan hotel-hotel mewah," kata Dr. Kuroiwa Tadaharu, 58 tahun, tenaga ahli Jepang yang diperbantukan di DPMB. Di sana, rupanya, pembuatan bahan bangunan seperti itu sudah berkembang sejak lebih 20 tahun yang lampau. Setelah menyaksikan apa yang tersaji di laboratorium DPMB itu, diharapkan minat para pengusaha akan terpancing untuk memproduksikannya secara komersial. Ini sesuai dengan harapan Menteri Negara Perumahan Rakyat Drs. Cosmas Batubara, ketika melihat hasil kerja DPMB itu di Bandung awal Juni lalu. Selain harganya murah dan kualitasnya memenuhi syarat, "ini bisa membantu memelihara lingkungan hidup," ujar Cosmas ketika itu. Lalu menteri itu berharap agar hasil penelitian itu dimasyarakatkan. Apalagi proses pembuatannya cukup sederhana. Mula-mula, kulit kacang dihancurkan dengan mesin penggiling, dan disaring sampai yan terkumpul cuma serat-seratnya. Serat itu lalu dicampur dengan semacam lem organik dan dimasukkan ke dalam mesin pres. Sembari dipres, dilakukan pemanasan 100ø sampai 180ø C. Hasilnya, keluarlah lembaran papan partikel yang sudah siap pakai. Kalau menghendaki kesan luks, lembaran itu kemudian dilapisi all paper berbagai motif. Selain kulit kacang, bisa diolah juga bahan baku lain, seperti serbuk gergajian kayu, ampas tebu, dan sabut kelapa. Proses membuatnya sama saja -- begitu pula kualitasnya. Menurut pengujian yang dilakukan di laboratorium itu, sebuah papan partikel berukuran 1,2 x 2,4 m, punya daya lentur 100 sampai 200 kg per cm2. Ini berarti: cukup tangguh. Paling tidak sudah memenuhi standar JIS (Japan Industrial Standard) yang mensyaratkan kekuatan daya lentur 75 - 150 kg per cm2. Papan-papan ini memang disiapkan sebagai dinding pemisah ruangan atau pelapis tembok. Hanya saja, kelemahannya, tak bisa dipakai di luar ruangan. "Menghadapi cuaca lembab, papan-papan itu akan mengembang," ujar Zulkarnain Aksa, kepala Seksi Pengembangan Industri DPMB. Untuk dipakai di luar ruangan, DPMB menyiapkan apa yang disebut Pulp Cement Board (PCB). Jenis yang ini pun tetap berbahan baku sampah, seperti kertas bekas atau jerami. Boleh juga sisa industri tekstil atau sisa pabrik petro kimia yang disebut posphogypsum. Setelah sampah tadi dibuat jadi bubur (pulp) lalu dicampur dengan semen (52%), asbes (5%), bubuk mineral seperti bubuk bata merah atau tras (30%) lalu diproses seperti halnya papan partikel tadi. PCB bisa dipakai sebagai dinding sekolah, rumah Perumnas, dan bangunan sejenis lainnya. Selembar PCB ukuran 1,2 x 2,4 m dan tebal 6 mm, berat 10 kg, membutuhkan kertas bekas atau jerami sekitar 2 kg. Sedangkan untuk papan partikel ukuran yang sama diperlukan 3 sampai 4 kg serbuk gergajian atau kulit kacang. Sebetulnya studi tentang macam-macam bahan baku inilah yang menyebabkan penelitian membutuhkan waktu begitu panjang. Percobaan dilakukan ganti berganti dengan masing-masing bahan baku. Sekarang DPMB sudah yakin bahwa semua bahan baku tadi mudah diperoleh untuk produksi komersial. "Jerami padi atau serbuk gergajian kan banyak di sini," ujar Zulkarnain. Harganya pun sudah dihitung: Rp 5.000 sampai Rp 7.500 per lembar. Yang terhitung mahal adalah mesin presnya. Sebagian komponennya memang bisa dibikin di sini -- kecuali silinder pencetak dan ban berjalan. Begitupun ditaksir, sebuah mesin dengan kapasitas 100.000 papan per hari, harganya bisa Rp 300 juta. Belum dihitung bangunan sipilnya. Karena itulah, DPMB mencoba menjual hasil penelitian itu kepada orang berduit, seperti para pengusaha industri bahan bangunan. Kalau berhasil, satu saat nanti, siapa tahu dinding rumah Anda rupanya cuma sabut kelapa atau kulit kacang tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus