Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta- Chris Murray, ahli penyakit di University of Washington, Amerika Serikat, yang memproyeksikan infeksi dan kematian akibat virus corona Covid-19 di seluruh dunia, mengubah asumsinya tentang perjalanan pandemi. Dia semula berharap penemuan beberapa vaksin yang efektif bisa membantu mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), atau hampir menghilangkan penularan melalui kombinasi inokulasi dan infeksi sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Murray dihadapkan kepada data uji coba vaksin di Afrika Selatan yang menunjukkan tidak hanya varian baru virus corona menyebar dengan cepat meredam efek vaksin, tapi virus juga dapat menghindari kekebalan alami pada orang yang sebelumnya telah terinfeksi. "Saya tidak bisa tidur setelah melihat datanya. Lalu kapan itu (pandemi) akan berakhir?” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Murray yang juga direktur di Institute for Health Metrics and Evaluation itu sedang memperbarui modelnya untuk memperhitungkan kemampuan varian virus dalam melepaskan diri dari kekebalan alami. Dia berharap dapat memberikan proyeksi baru paling cepat pekan ini.
Selain itu, sebuah konsensus baru muncul di antara para ilmuwan, Reuters mewawancarai 18 spesialis yang melacak pandemi atau sedang bekerja untuk mengekang dampaknya. Banyak yang menggambarkan bagaimana terobosan akhir tahun lalu dari dua vaksin, Pfizer dan Moderna, dengan sekitar 95 persen kemanjuran terhadap Covid-19 memicu harapan bahwa virus dapat diatasi sebagian besar, mirip dengan cara campak.
Namun, kata mereka, data dalam beberapa pekan terakhir tentang varian baru dari Afrika Selatan dan Brasil melemahkan optimisme itu. Bahkan, ilmuwan vaksin terkemuka di Pfizer, Phil Dormitzer, pada awal Januari, mengakui varian baru virus corona menjadi "babak baru" di mana perusahaan harus terus memantau mutasi yang dapat mengurangi efek vaksin.
Pada akhir Januari, dampak vaksin menjadi lebih jelas. Data uji klinis Novavax menunjukkan vaksinnya 89 persen efektif dalam uji coba di Inggris, tapi hanya 50 persen efektif dalam mencegah Covid-19 di Afrika Selatan. Sepekan kemudian, data AstraZeneca menunjukkan bahwa vaksin hanya menawarkan perlindungan terbatas dari penyakit ringan terhadap varian Afrika Selatan.
Banyak ilmuwan sekarang percaya, SARS-CoV-2 tidak hanya akan tetap bersama manusia sebagai virus endemik, tapi terus beredar di masyarakat. Bahkan kemungkinan akan menyebabkan beban penyakit dan kematian yang signifikan selama bertahun-tahun yang akan datang.
Akibatnya, kata para ilmuwan, orang bisa berharap untuk terus mengambil tindakan seperti rutin memakai masker dan menghindari tempat keramaian selama lonjakan Covid-19. “Terutama bagi orang yang berisiko tinggi,” kata para ilmuwan itu.
Peter Ben Embarek, anggota tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang bertugas menyelidiki asal-usul penyakit virus corona (Covid-19) mengunjungi pasar makanan laut Huanan di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, Ahad, 31 Januari 2021. Kunjungan ini dijaga ketat oleh para petugas keamanan. REUTERS/Thomas Peter
Beberapa ilmuwan, termasuk Murray, mengakui bahwa pandangannya bisa membaik. Vaksin baru, yang telah dikembangkan dengan kecepatan tinggi, masih--tampaknya--mampu mencegah rawat inap dan kematian, bahkan ketika varian baru menjadi penyebab infeksi.
Banyak pengembang vaksin sedang mengerjakan suntikan penguat dan inokulasi baru yang dapat mempertahankan tingkat kemanjuran yang tinggi terhadap varian baru virus corona itu. Namun, para ilmuwan juga mengatakan masih banyak yang harus dipelajari tentang kemampuan sistem kekebalan untuk memerangi virus.
Berdasarkan data yang ada, tingkat infeksi penyakit virus corona 2019 alias Covid-19 telah menurun di banyak negara sejak awal 2021. Dengan beberapa penurunan dramatis pada penyakit parah dan rawat inap di antara kelompok orang pertama yang divaksinasi.
Murray memperingatkan, jika varian Afrika Selatan, atau mutan serupa, terus menyebar dengan cepat, jumlah kasus Covid-19 yang mengakibatkan rawat inap atau kematian pada musim dingin mendatang bisa empat kali lebih tinggi daripada flu. Perkiraan kasarnya, 65 persen vaksin efektif diberikan kepada setengah dari populasi suatu negara.
“Dalam skenario terburuk, itu bisa mewakili sebanyak 200.000 kematian di Amerika terkait Covid-19 selama periode musim dingin. Ini berdasarkan perkiraan pemerintah federal tentang kematian akibat flu tahunan,” kata Murray menuturkan.
Perkiraan institutnya, hingga 1 Juni 2021 akan ada tambahan 62.000 kematian di Amerika dan 690.000 kematian global akibat Covid-19. Model tersebut mencakup asumsi tentang tingkat vaksinasi serta penularan varian virus corona Afrika Selatan dan Brasil.
Pergeseran pemikiran di kalangan ilmuwan telah mempengaruhi pernyataan pemerintah yang lebih berhati-hati tentang kapan pandemi akan berakhir. Inggris pekan lalu sebatas memperkirakan infeksi yang melambat karena lockdown yang diklaim paling ketat di dunia, meskipun mereka memiliki salah satu program vaksinasi tercepat di dunia.
Di tempat lain, prediksi pemerintah Amerika untuk kembali ke kehidupan normal telah berulang kali didorong mundur. Paling baru adalah mundur dari akhir musim panas hingga Natal, kemudian hingga Maret 2022.
Israel mengeluarkan dokumen kekebalan "Green Pass" kepada orang- yang telah pulih dari Covid-19 atau pernah divaksinasi, dan memungkinkan mereka kembali ke hotel atau teater. Namun, dokumen tersebut hanya berlaku selama enam bulan karena tidak jelas berapa lama kekebalan akan bertahan.
Ahli epidemiologi dari Johns Hopkins School of Public Health, Stefan Baral, menyebut fase darurat pandemi sudah terlewati jika rumah sakit dan ruang ICU sudah tidak lagi penuh. "Dan orang tidak meninggal secara tragis,” katanya.
Para ilmuwan terkemuka sejak awal memperingatkan bahwa virus corona Covid-19 dapat menjadi endemik, bahkan mungkin tidak akan pernah hilang. Hal itu juga disampaikan oleh Michael Ryan, Kepala Program Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
REUTERS